Setiap orang mungkin memiliki buku
harian untuk mencatat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam hidupnya.
Di samping buku harian itu, setiap manusia sesungguhnya memiliki buku harian
yang lain lagi, yaitu buku harian (kitab) yang dibuat oleh malaikat untuk
mencatat setiap perilaku dan amal perbuatan manusia, besar maupun kecil, baik
maupun jahat.
Informasi mengenai pencatatan amal
dalam 'buku harian' itu
terbaca dengan jelas dalam firman Allah, Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
nadinya sendiri, yaitu ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya,
seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri (QS Qaf:
16-17).
Ayat tadi, menurut tafsir
Zamakhsyari, mengandung makna bahwa Allah SWT Maha Halus (lathif). Ilmu Allah meliputi segala sesuatu, termasuk hal-hal yang
tebersit dalam jiwa manusia, bahkan yang lebih samar dari itu sekalipun. Maka,
tak ada yang lebih dekat kepada manusia daripada Allah SWT. Jika demikian ilmu
dan pengawasan Allah, mengapa masih juga diperlukan kehadiran dua malaikat yang
memantau dan mencatat amal perbuatan manusia?
Jawabannya, menurut Zamakhsyari,
ialah agar catatan amal yang dibuat malaikat itu dapat dipergunakan sebagai
alat bukti pada sidang pengadilan kelak di Hari Kiamat. Hikmah lainnya ialah
agar manusia menyadari betapa ketat kontrol dan pengawasan Allah SWT. Dengan
menyadari pengawasan yang dilakukan malaikat, selain pengawasan langsung dari
Gusti Allah, diharapkan manusia memiliki kesadaran untuk menghentikan dan
mengakhiri berbagai keburukan yang dilakukannya di satu pihak, dan memiliki
dorongan dan semangat untuk melakukan berbagai kebajikan dan amal saleh di lain
pihak. (Tafsir al-Kasysyaf: IV/6).
Hikmah atau pesan
moral di balik pengawasan ini juga terbaca dengan jelas dalam suatu riwayat
yang menerangkan tentang kehadiran dua malaikat pencatat amal itu. Dalam
riwayat ini disebutkan bahwa dua malaikat itu duduk di rongga mulut kita.
Mereka menulis amal perbuatan kita dengan lidah kita sebagai penanya dan ludah
kita sebagai tintanya. Lalu, Nabi mengingatkan kita semua. Katanya, Apakah
kalian akan berbuat sewenang-wenang atau berbuat sesuatu yang tidak ada
nilainya tanpa rasa malu kepada Allah dan kepada dua malaikat yang mencatat
amal perbuatanmu itu? Ini berarti, kesadaran manusia terhadap adanya pengawasan
Allah dan malaikat sungguh amat penting. Untuk meningkatkan kesadaran ini, para
sufi biasa membuat buku harian sendiri, bukan untuk mencatat prestasi dan
bintang penghargaan yang diperoleh, melainkan justru untuk mencatat keburukan
dan kejahatan mereka sendiri. Buku harian semacam ini, menurut Ghazali, penting
sekali 'karena manusia memiliki kecenderungan untuk melupakan dosa-dosanya'.
Padahal, sekiranya setiap kali berbuat dosa manusia meletakkan batu kerikil di
halaman rumahnya atau di halaman kantornya, maka dalam waktu yang tidak terlalu
lama halaman itu akan penuh dengan kerikil.
Di sinilah pentingnya buku harian
itu. Setiap orang dapat becermin lewat buku hariannya sendiri. Wajahnya utuh,
retak-retak, atau bopeng, kelihatan semua di situ.
[REPOST]
sumber : Anonim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar