Senin, 20 Oktober 2014

Penanti kasih



Hitungan tahun yang dilewati terasa cepat menua apatah lagi rotasi bulan, gantian hari, detak jam yang melesat cepat tapi jelas menambah ukir sendu gundah di hati para penanti kasih. Ah, tak perlu kau tepis fitrah rasa merindu walau ia mengiris pilu bahkan sampai memeras ruah air mata.  Sungguh tak perlu. Bukan bermaksud juga untuk meratap rasa yang belum sampai, tapi menikmati rasa sebagai tafakur bukti kebesaranNya.

“Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”. (QS. Ar Rum, 30 : 21).

Allah Maha tahu persis hancurnya hati mu, Allah tahu persis pilu merindu hati mu saat menyeret mengadu dalam do’a dengan gelombang rasa. Jika ikhtiar halal manusiamu sudah sempurna untuk menjemput sang kasih maka syariat selanjutnya adalah ta’at pasrah dan tawakkal. Bukankah kata pasrah dan tawakkal hanya pantas diucapkan seorang pejuang?.  Kabar gembira untuk mu Allah sampaikan di surah cintaNya

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Membukakan jalan keluar baginya, Dan Dia Memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan Mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah Melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah Mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu” (ath talaq : 2 to 3).

Seperti hikmah doa 4000 tahun di lapis lapis berkah rasa. Aku ingin menceritakannya kembali.  Ketika itu para sahabat bertanya kepada sang junjungan baginda Rasul “ Ya Rasulullah, ceritakan tentang dirimu.” Di rekam dalam riwayat ibn Ishaq ibn Hisyam di kitab Sirahnya saat itu Rasulullah mengawali dengan senyum disusul senarai kata kerendahan hati “ aku hanysanya do’a yang dimunajadkan Ibrahim ‘alaihis Salam”. 

Ya Tuhan kami ! Bangkitkanlah di antara mereka itu seorang Rasul dari mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmat, dan akan membersihkan mereka; sesung­guhnya Engkau adalah Maha Gagah lagi Maha Bijaksana. (albaqarah :129) 
  
Doa itu berumur 4000, berasal dari jernihnya tetes nurani dalam ungkap niat tulus nan haru diiring getar lisan dan jasad saat melafazd, diiring berendah rendah mengakui keagungan Allah, diiring cekat pengakuan dosa dan lemah diri. Dan Do’a dari sang Moyang diijabah dengan sempurnanya pemberian Allah, sang Rasul dengan seutama2 kemuliaan.

Maka dari doa itu kita belajar, bahwa yang terpenting bukan seberapa cepat buah munajad dijawab, melainkan berapa lama masa do’a memberi manfaat dan membuat semakin dekat denganNya. Seperti do’a2 ibrahim, nabi dan rasul, tapi ijabah do’anya lama dalam sabar, tapi lihatlah pengabulannya.
Maka dari doa itu kita belajar bahwa Allah Maha pemurah, tak diminta pun pasti memberi.  Maka dalam permohonan kita, bersiaplah menerima berlipat dari asa. Allah Maha tahu; Maka berdoa bukanlah untuk memberitahu Dia akan apa yang kita butuhkan. Doa adalah bincang mesra nurani, agari Dia ridho untuk kita segala yang dianugerahkanNya.
 

Jumat, 26 September 2014

Sebab do’a tidak terkabul




Dari Syaqiq Al Balkhi berkata : "Suatu hari Ibrahim Bin Adham (Abu Ishaq) berjalan di pasar basrah lalu ia dikelilingi oleh orang ramai dan mereka bertanya kepadanya : "Ya Abu Ishaq, Allah berfirman ; bermaksud "Mintalah olehmu sekelian kepada Ku nescaya Aku kabulkan. Dan kami telah satu tahun berdoa dan doa kami belum dikabulkan !". Ibrahim bin Adham menjawab : "Bagaimana Allah hendak mengkabulkan doa kamu sedangkan hati kamu tertutup oleh 10 perkara".

1.  Kamu telah mengetahui Allah tetapi belum tunaikan haq-haqNya.
2. Kamu telah membaca Al-Quran tetapi tidak melaksanakan tuntutannya.
3. Kamu telah mengetahui syaitan sebagai musuh tetapi masih mentaatinya dan menyetujui seruannya. 
 4. Kamu menyatakan kamu umat Muhammad s.a.w tetapi tidak mengerjakan sunahnya.
5. Kamu mengatakan dirimu akan masuk syurga tetapi tidak mengerjakan apa-apa amalan yang akan membawamu ke syura.
6. Kamu mengatakan dirimu selamat dari neraka tetapi ternyata kamu memasukkan dirimu kepadanya.
7.      Kamu mengatakan mati adalah benar tetapi tidak bersiap-siap menghadapi mati.
8.  Kamu sibuk meneliti aib atau cacat teman-temanmu tetapi tidak pernah melihat aibmu sendiri.
9. Kamu telah makan dan merasakan nikmat Tuhanmu tetapi tidak mahu bersyukur kepadaNya.
10.  Kamu telah menguburkan mayat-mayat rakanmu tetapi tidak mengambil pengajaran dari mereka.

10 petunjuk memilih istri (part 2)




Oleh : Drs. M. Thalib

INTRO
Istri yang shalih adalah perhiasan terindah bagi suaminya. Peran istri dalam kehidupan suami sangatlah besar. Istri yang shalih dapat membina rumah tangga sakinah dan penuh berkah. Istri seperti inilah yang menjadi dambaan setiap lelaki muslim.


06. Amanah

Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 34:

"...Oleh sebab itu, wanita yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara (dirinya dan harta suami) ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah (menyuruh) memeliharanya..."

Disebutkan dalam Hadits berikut :

Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik istri yaitu yang meyenangkanmu ketika kamu lihat; taat kepadamu ketika kamu suruh; menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu pergi". (H.R. Thabarani, dari 'Abdullah bin Salam)

Penjelasan :

Amanah yaitu tanggung jawab memenuhi kepercayaan orang kepadanya. Apa saja yang dipercayakan orang kepadanya dijaga dan ditunaikan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan pemberi kepercayaan.

Ayat tersebut menjelaskan sifat istri yang baik, yaitu benar-benar bisa memelihara kehormatan dirinya pada saat suaminya tidak di rumah. Ia juga menjaga dengan amanah harta benda suaminya selama dia tidak di rumah.

Hadits di atas menjelaskan bahwa setiap istri dituntut untuk amanah terhadap suaminya dalam mengelola harta suami yang dipercayakan kepadanya.

Seorang istri harus memiliki sifat amanah karena ia diberi kepercayaan oleh suaminya mengenai segala macam urusan diri dan keluarganya, bahkan seluruh rahasia suaminya. Suami bukan hanya mempercayakan harta kekayaan kepadanya, melainkan juga mempercayakan kehormatan dan keamanan anak-anaknya. Hal ini menuntut adanya sifat amanah istri sehingga ia tidak akan melakukan
kecurangan ketika suami tidak ada, atau menipu suaminya sehingga menjerumuskannya ke dalam malapetaka. Misalnya, karena kekurangan uang belanja ia menyebarkan hal tersebut kepada orang lain, atau menyampaikan aib suami kepada orang lain sekalipun tidak bermaksud jahat. Hal semacam ini sudah merupakan tindakan khianat istri kepada suami.

Istri yang amanah tentu tidak akan mengabaikan tanggung jawabnya menjaga dan memelihara segala hal yang dipercayakan kepadanya. Ia akan memelihara suasana rumah tangga penuh rasa kasih sayang dan cinta.

Sungguh sangat besar bahaya istri yang tidak amanah bagi keselamatan dan keamanan suami. Istri yang curang dalam menggunakan harta kekayaan suami akan memberatkan suami dalam mencari pemenuhan kebutuhan keluarga. Istri yang tidak dapat menyimpan cacat cela dan rahasia suami akan merusak kehormatan suaminya. Istri yang tidak dapat menjaga anak-anak suaminya dengan baik akan menyusahkan suami dalam membina kehidupan anak-anaknya menjadi orang yang shalih. Istri yang tidak amanah akan menimbulkan ketegangan dan perselisihan karena hal yang diamanahkan kepadanya tidak dijaga dengan baik.

Oleh karena itu, setiap laki-laki yang ingin memperistri seorang perempuan harus benar-benar memperhatikan ada tidaknya sifat amanah pada calon istrinya. Jika ternyata ia seorang perempuan yang kurang baik amanahnya dan kecil harapan untuk diperbaiki, perempuan semacam ini sebaiknya tidak dijadikan istri.

Untuk mengetahui apaah calon istri amanah atau tidak, dapat dilakukan upaya-upaya berikut :

1.      Menanyakan kepada kerabat atau tetangga atau teman dekatnya yang jujur dan berakhlaq baik apakah dia orang yang dapat dipercaya bila diberi kepercayaan mengurus dan menyimpan sesuatu atau tidak.
2.      Menyelidiki perilakunya apakah ia dapat dipercaya dalam melaksanakan kepercayaan orang kepadanya atau tidak. Misalnya dengan mengamati sikapnya bila dititipi uang apakah ia dapat dipercaya atau tidak. Bisa juga dengan mengamati apakah ia selalu memenuhi janji dengan baik atau tidak bila berjanji.
3.      Menyelidiki perilaku keluarganya berkenaan dengan sifat amanah apakah keluarganya dapat dipercaya dalam menjaga harta titipan dan selalu memenuhi janji atau tidak. Dengan bercermin pada keadaan keluarganya besar kemungkinan yang bersangkutan juga menjadi perempuan yang amanah. Sebaliknya, jika keluarganya dikenal sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, kemungkinan anaknya begitu.

Jadi, karena istri yang amanah sangat berperan penting dalam menciptakan kehidupan keluarga yang baik, laki-laki yang ingin membina rumah tangga harus selalu mengutamakan istri yang amanah. Dengan istri yang amanah insya Allah kehidupan keluarga tidak akan banyak beban sehingga tercipta keluarga yang sakinah.***


07. Tidak Bersolek Bila Keluar Rumah

Disebutkan dalam Hadits berikut :

"Wanita-wanita yang gemar minta cerai dan wanita-wanita pesolek (di luar rumah) adalah wanita-wanita munafik". (H.R. Abu Nu'aim)

Penjelasan :

Maksud Hadits di atas ialah perempuan yang suka bersolek ketika keluar rumah adalah perempuan munafik. Orang munafik perkataannya tidak bisa dipercaya, janjinya tidak bisa dipegang dan kejujurannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perempuan yang suka bersolek ketika keluar rumah berarti memiliki sifat-sifat buruk.

Sifat perempuan dalam menampilkan dirinya macam-macam. Ada perempuan yang suka bersolek, ia dapat memoles dirinya dengan baik sehingga terlihat cantik dan kekurangannya tertutupi. Tindakannya bertujuan untuk menawan hati orang lain, terutama lawan jenisnya. Perempuan semacam ini disebut munafik karena selalu berpura-pura dalam menampilkan dirinya dan menyembunyikan keadaan sesungguhnya.

Selain itu,ada perempuan yang tampil apa adanya, ia tidak mau mengenakan macam alat kecantikan. Ia selalu menampakkan dirinya dengan polos, tetapi memperlihatkan budi pekerti yang baik dan akhlaq yang terpuji. Ia berpakaian sederhana apa adanya. Perempuan semacam ini lebih mengutamakan kecantikan dan keindahan batin daripada keindahan lahirnya.

Di antara dua sifat perempuan tersebut, perempuan yang tampil apa adanya, polos, dan sederhana itulah yang berakhlaq baik. Perempuan semacam inilah yang seharusnya menjadi pilihan laki-laki beriman untuk dijadikan istri. Ia bisa diharapkan untuk bersama-sama membangun rumah tangga yang penuh kedamaian, keceriaan, kasih sayang dan kebahagiaan.

Istri yang bersolek bila keluar rumah termasuk wanita munafik karena ia berusaha terlihat cantik di mata orang lain, bukan di hadapan suaminya. Ia akan membuat hati suami selalu dibayangi kebimbangan. Suami menjadi selalu khawatir jangan-jangan istrinya tidak dapat menjaga dirinya dari rayuan laki-laki lain atau bercengkerama dengan laki-laki lain ketika dia tidak di rumah. Ia juga bimbang bila memberi uang belanja karena mungkin sekali istrinya menghamburkannya di luar pengetahuan suami. Ia juga sulit mempercayai apa yang dibicarakan istrinya. Kebimbangan semacam ini tentu dapat mengganggu ketentraman dalam rumah tangga, bahkan bisa memicu pertengkaran.

Istri pesolek menimbulkan beban psikologis bagi suami. Kegemarannya bersolek bila keluar rumah bisa mengundang selera laki-laki lain terhadap dirinya. Hal ini tentu akan menimbulkan salah paham dengan suaminya. Suami akan merasa curiga setiap saat sehingga timbul pertengkaran dalam rumah tangga.

Selain beban psikologis, istri pesolek juga akan menimbulkan banyak problem bagi suaminya karena kegemarannya bersolek menyebabkan suami harus mengeluarkan banyak uang. Hal semacam ini tentu akan membebani suami, bila pendapatan suami hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Karena begitu besarnya kendala beristri perempuan pesolek, seorang lelaki hendaklah lebih dahulu meneliti dan mencermati calon istrinya. Jika ternyata dia seorang yang benar-benar gemar bersolek, bahkan biasa bersolek sejak kecil, hendaklah ia mempertimbangkan dengan seksama apakah ha itu akan menimbulkan malapetaka atau tidak bagi dirinya kelak. Jika kegemarannya besolek bukan kebiasaan sejak kecil, melainkan sekedar pengeruh teman dan ada harapan untuk diperbaiki, ia harus tetap mempertimbangkan pemilihannya, sebab boleh jadi pengaruh temannya akan menjadi kebiasaan. Ia harus benar-benar bersikap objektif dalam menilai kemampuannya mengayomi perempuan tersebut. Langkah terbaik adalah mendasarkan pilihannya sesuai dengan tuntunan syari'at Islam supaya kelak tidak menyesal.

Untuk mengetahui apakah calon istri pesolek atau bukan, dengan mudah dapat dilihat dari penampilannya sehari-hari. Bila ia menampilkan diri secara polos dan sederhana walaupun sebenarnya dia berkecukupan, wanita semacam ini termasuk bukan pesolek. Akan tetapi, jika ia tampil dengan polos hanya karena keadaan ekonominya lemah, hal ini perlu dipertimbangkan dan diselidiki lebih jauh. Kita perlu meneliti lebih jauh penampilannya pada saat-saat tertentu, misalya pada saat menghadiri acara pesta perkawinan, wisuda dan lain-lain, apakah tetap tampil apa adanya atau bersolek di luar kebiasaannya.

Ringkasnya, setiap laki-laki hendaklah memperhatikan masalah ini dengan seksama agar kelak tidak menyesal dalam membina rumah tangga dengan perempuan yang didambakannya. Hal ini perlu dilakukan jika ia menghendaki rumah tangga yang dipenuhi dengan keharmonisan, kemesraan dan kebahagiaan. Oleh karena itulah, ia hendaklah berhati-hati agar tidak memilih perempuan yang gemar bersolek bila keluar rumah.***


08. Kufu' dalam Beragama

Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits-Hadits berikut :

"Wahai Bani Bayadhah, kawinkanlah (perempuan-perempuan kamu) dengan Abu Hind; dan kawinlah kamu dengan (perempuan-perempuan)nya." (H.R. Abu Dawud)

"Orang-orang Arab satu dengan lainnya adalah kufu'. Bekas budak satu dengan lainnya adalah kufu' pula." (H.R. Bazar)

"Sesungguhnya Allah memuliakan Kinanah di atas Bani Isma'il dan memuliakan Quraisy di atas Kinanah dan memuliakan Bani Hasyim di atas Quraisy dan memuliakan aku di atas Bani Hasyim...Jadi, akulah yang terbaik di atas yang terbaik." (H.R. Muslim)

Penjelasan :

Kata kufu' artinya sepadan atau setara. Dalam pengertian adat-istiadat, kufu' ialah kedudukan setara antara calon suami dengan calon istri, baik dalam urusan agama, keturunan, nasab, maupun kedudukan sosial dan ekonomi. Bila calon pasangan dalam hal-hal tersebut setara, maka mereka disebut kufu'.

Hadits-hadits di atas memberikan penjelasan kufu' dalam pandangan syari'at Islam. Hadits pertama menjelaskan bahwa Rasulullah memerintahkan Bani Bayadhah untuk mengawinkan anak-anak perempuannya dengan laki-laki dari keturunan Abu Hind. Klen Abu Hind ini dikenal sebagai pengrajin. Profesi pengrajin di lingkungan Arab dipandang rendah sehingga keturunan mereka dinilai tidak kufu' dengan keturunan Bani Bayadhah.

Hadits kedua menjelaskan bahwa semua suku Arab kufu' sehingga tidak alasan bagi suatu suku tertentu merasa lebih tinggi daripada suku lain.

Hadits ketiga menjelaskan bahwa suku yang paling mulia dilingkungan bangsa Arab adalah Quraisy, sedangkan klen yang paling mulia di lingkungan suku Quraisy adalah Bani Hasyim dan warga Bani Hasyim yang paling mulia adalah Nabi Muhammad SAW.

Hadits ketiga ini tidak menunjukkan adanya pembenaran bahwa suku selain Quraisy tidak kufu' dengan suku Quraisy, atau klen selain Bani Hasyim  tidak kufu' dengan klen Bani Hasyim, sehingga antara laki-laki dan perempuan yang berbeda suku atau klen tidak boleh menikah. Oleh karena itu, tidak ada pembenaran bagi mereka untuk menolak kawin dengan suku atau klen mana saja dengan alasan status sosialnya tidak kufu'.

Bila perkawinan antar klen atau suku yang tidak kufu' dilarang, tentu saja tidak akan ada laki-laki yang dipandang kufu' menjadi suami putri-putri Rasulullah, sebab Rasulullah SAW adalah orang yang paling mulia di lingkungan klen Bani Hasyim. Kenyataannya, putri Rasulullah diperistri oleh laki-laki yang klen atau keluarganya lebih rendah . Ummu Kultsum contohnya, diperistri oleh 'Utsman bin 'Affan yang klennya lebih rendah daripada Bani Hasyim, dan Fathimah diperisteri oleh 'Ali yang keluarganya lebih rendah daripada keluarga Rasulullah SAW. Hal ini membuktikan bahwa anjuran agar mencari pasangan yang kufu' maksudnya bukanlah kufu' dalam pengertian nasab, kedudukan sosial ekonomi, suku atau keluarga, melainkan kufu' dalam beragama.

Mengapa hanya agama yang menjadi tolok ukur kufu' untuk memilih istri? Karena agama merupakan bekal utama yang melandasi kemampuan dan tanggung jawab seorang perempuan untuk menjadi istri yang shalihah.

Kufu' dalam beragama ini ialah kualitas akhlaq dan ketaatan beragama calon pasangan benar-benar setara. Apabila suami lebih baik, sedang istri kurang, keduanya dikatakan kurang kufu'. Sebaliknya, jika istri lebih baik, ia dikatakan tidak kufu' sebab suami dituntut memiliki kualitas lebih baik atau setidak-tidaknya setara.

Islam menganjurkan memilih istri yang kufu' dalam beragama agar kelak tercipta suasana sakinah dan mawaddah dalam hidup berumah tangga. Bila antara suami istri terdapat perbedaan-perbedaan mencolok dalam bidang akhlaq dan ibadah, apalagi istri jauh lebih rendah daripada suami, hal ini semacam ini akan menghambat upaya menciptakan rumah tangga yang dipenuhi kemesraan, kebahagiaan, dan penuh tanggung jawab kepada Allah. Demikianlah, karena istri yang tidak kufu' memiliki pandangan yang berbeda dalam menilai baik buruk suatu masalah sehingga dalam rumah tangga muncul dua norma yang bisa berbeda. Hal ini sangat berbahaya bagi pembinaan akhlaq suami istri dan anak-anaknya. Bukanlah tujuan setiap orang membina rumah tangga adalah untuk memperoleh kebahagiaan sebesar-besarnya di dunia dan keselamatan di akhirat kelak? Kalau tujuan semacam ini tidak dapat diwujudkan, yang akan terjadi adalah perselisihan yang menyebabkan perderitaan.

Untuk mengukur kufu' atau tidaknya calon istri, perlu diadakan pengamatan dan penelitian seksama. Ada beberapa cara yangbisa ditempuh, antara lain :

1.      Menanyakan akhlaq dan ibadah perempuan tersebut kepada teman-teman dekatnya atau tetangga dekatnya yang adil dan jujur dalam menilai orang.
2.      Mengamati akhlaq dan ibadah keluarga perempuan yang bersangkutan. Bila keluarganya ahli ibadah dan baik akhlaqnya, kemungkinan besar akhlaq perempuan tersebut seperti keluarganya.

Adapun kufu' dalam bidang lain, seperti tingkat pendidikan, sosial, ekonomi dan lain-lain bukan merupkan masalah pokok yang dapat menghalangi upaya penciptaan rumah tangga yang sakinah dan mawaddah. Masalah-masalah semacam itu dapat diatasi dengan cara melakukan peningkatan secara bertahap dari pihak yang bersangkutan.

Istri yang pendidikannya jauh lebih rendah daripada suami, misalnya. Tetapi memiliki kecerdasan yang cukup untuk menambah ilmunya, baik secara otodidak maupun melalui kursus-kursus, dapat mengimbangi kedudukan suami. Begitu pula istri yang berasal dari kalangan ekonomi rendah tetapi memiliki pendidikan yang cukup, kedudukannya otomatis akan terangkat sehingga kedudukannya setara dengan suaminya. Begitu juga dalam hal kedudukan sosial dan lainnya, istri dapat mencapai kesetaraan selama suami mau menerima dan mengusahakan peningkatan kualitas dirinya.

Akan tetapi, berbeda sekai bila calon istri akhlaqnya rendah dan perilakunya dalam beragama rusak. Perbaikan dan peningkatan dalam hal ini sangat berat sebab untuk mengubah akhlaq yang buruk menjadi baik bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan, bahkan dapat mempengaruhi yang baik menjadi rusak. Itulah sebabnya Rasulullah SAW, juga para ulama mengingatkan agar laki-laki yang hendak menikah benar-benar memperhatikan masalah kualitas agama calon istrinya.

Jadi, walaupun masalah kufu' di luar aspek agama tidak menjadi tuntutan pokok, patut juga kita perhatikan hal tersebut dengan baik agar kita lebih mudah menciptakan keluarga yang bahagia, penuh ketenangan dan sejahtera. Kita sebaiknya berusaha untuk mendapatkan pasangan yang kufu' dalam seluruh aspek mencakup akhlaq, ibadah, pendidikan, kedudukan sosial, ekonomi, dan latar belakang kultur. Semakin banyak persamaan antara calon pasangan, akan semakin mudah kita membina kesatuan dalam keluarga. Inilah yang harus kita usahakan agar tujuan kita mewujudkan rumah tangga yang penuh keberkahan, kebahagiaan dan ketenangan tercapai.***


09. Tidak Materialis

Dalam Hadits berikut disebutkan :

Dari Ibnu 'Abbas ra, ujarnya: Rasulullah SAW bersabda: "Ada empat perkara, siapa mendapatkannya berarti kebaikan dunia dan akhirat, yaitu hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berdzikir, bersabar ketika mendapatkan musibah, dan perempuan yang mau dikawini bukan bermaksud menjerumuskan (suaminya) ke dalam perbuatan maksiat dan bukan menginginkan hartanya." (H.R. Thabarani, Hadits Hasan)

Disebutkan juga dalam Hadits berikut bahwa :

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya wanita yang membawa berkah yaitu bilamana ia mudah dilamar, murah maskawinnya, dan subur peranakannya." (H.R. Ibnu Hibban, Hakim, dan lain-lain, dari 'Aisyah).

Penjelasan :

Materialis adalah sifat lebih mengutamakan materi dan cenderung tidak mau mengeluarkan hartanya untuk kepentingan orang lain atau kepentingan kebajikan umum.

Wanita materialis mengukur derajat dan martabat seorang laki-laki semata-mata dari sisi harta kekayaannya. Ia mau menjadi istri seseorang asalkan yang bersangkutan mampu memenuhi tuntutan-tuntutan materinya. Ia selalu medambakan kemewahan dan bertumpuknya harta kekayaan tanpa mempedulikan halal dan haramnya.

Maksud Hadits pertama ialah perempuan yang baik dijadikan istri antara lain karena tidak bermaksud mengejar harta dan tidak pula menjerumuskan suaminya untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa. Misalnya mendorong suaminya untuk mencari harta sebanyak-banyaknya walaupun dengan cara haram atau hanya mengeruk harta kekayaan suami dan meninggalkannya bila suami jatuh miskin.

Hadits kedua menerangkan bahwa salah satu ciri wanita yang tidak materialis. Perempuan semacam ini kelak akan membawa berkah bagi keluarganya karena mau menerima keadaan suami sehingga tidak menyulitkan suaminya dalam memenuhi kebutuhan keluarga kelak. Sikap semacam inilah yang dapat menciptakan suasana keluarga penuh dengan rasa riang dan bahagia.

Dalam memilih calon istri kita diperintahkan agar mencari wanita yang ridha menerima mahar sedikit, walaupun laki-laki dianjurkan untuk memberikan mahar yang banyak kepada calon istrinya seperti yang disebutkan dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 4 : "Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) dengan maskawin yang menyenangkan ..."

Untuk mengetahui apakah calon istri materialis atau tidak, dapat dilakukan cara-cara antara lain :

1.      Menanyakan kepada teman-teman dekatnya atau tetangga dekatnya tentang sikap-sikapnya dalam bidang materi. Misalnya, kita teliti apakah dia senang berteman dengan orang-orang kaya saja atau juga dengan orang-orang miskin. Kita amati sikapnya apakah mau meminjamkan sesuatu kepada orang yang miskin atau hanya mau meminjamkan sesuatu kepada yang kaya. Kita amati juga apakah dalam menilai keadaan seseorang ia hanya melihat sisi materinya atau ia lebih memperhatikan sisi akhlaq dan kepandaiannya.

2.      Mengamati pola kehidupan keluarganya apakah mereka hanya bergaul dengan orang-orang kaya atau dengan semua kalangan.

3.      Mengujinya dengan memberikan hadiah yang murah apakah apakah ia memberi komentar menyepelekan atau tidak.

Dengan cara-cara ini diharapkan laki-laki yang akan mempersunting seorang perempuan dapat mengetahui dengan jelas apakah sifatnya materialis atau qana'ah (menerima apa adanya) dan menjauhi kemewahan.

Laki-laki yang bertujuan mewujudkan keluarga islami dalam rumah tangganya, hendaklah benar-benar memilih calon istri yang tidak materialis. Hal ini dimaksudkan agar keluarganya dapat hidup berbahagia, sejahtera, penih ketentraman, kasih sayang sesuai dengan peraturan Islam.***


10. Senang Menyambung Ikatan Kerabat

Dalam Hadits berikut disebutkan :

Dari Maimunah ra, sesungguhnya ia telah memerdekakan salah seorang budak perempuannya tanpa lebih dahulu minta izin kepada Nabi SAW. Ketika tiba saat Nabi bergilir kepadanya, ia berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Tuan tahu bahwa saya telah memerdekakan budak perempuanku?" Sabdanya: "Apakah engkau telah melakukannya?" Jawabnya: "Ya" Sabdanya: "Alangkah baiknya kalau budak perempuan itu engkau hadiahkan kepada paman-paman dari pihak ibumu karena pahalanya akan lebih besar bagi dirimu." (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i)

Penjelasan :

Perempuan yang baik untuk dijadikan istri adalah perempuan yang suka menjalin ikatan silahturahmi dengan keluarga dan kerabat.

Hadits di atas menceritakan bahwa ketika Maimunah memberitahu Rasulullah SAW, bahwa dirinya telah memerdekakan budak miliknya, beliau bersabda : "Alangkah baiknya kalau budak perempuan itu engkau hadiahkan kepada paman-paman dari pihak ibumu." Ini berarti bahwa Rasulullah SAW lebih menekankan perlunya mempererat ikatan kekerabatan daripada sekedar membebaskan budak.

Peranan seorang istri sangat besar dalam mempererat hubungan suaminya dengan keluarga dan kerabatnya. Bila seorang istri suka menjaga dan memelihara hubungan dengan kerabat-kerabatnya, baik dari pihaknya sendiri maupun dari puhak suaminya, jaringan hubungan kekeluargaan akan menjadi luas, sehingga memudahkan mereka untuk saling menerima dan memberi bantuan.

Kebanyakan orang, terutama para istri, tidak suka bila dia harus membantu atau menanggung beban hidup orang lain. Mereka lebih mengutamakan kesejahteraan keluarganya daripada membantu kerabat atau keluarga besarnya. Umumnya, perempuan lebih mengutamakan diri dan anak-anaknya dan cenderung kurang peduli dengan keluarga besarnya. Mereka khawatir kalau terlalu banyak membantu keluarga besar, kepentingannya tidak terpenuhi. Hal inilah yang sering merintangi para istri untuk bersikap lebih dermawan kepada keluarga besarnya, apalagi kepada keluarga besar suaminya.

Kita tak boleh merasa tidak memerlukan uluran tangan keluarga atau kerabat kita, karena sikap semacam ini hanya merugikan diri sendiri. Walaupun keluarga kita berkecukupan, kita harus ingat bahwa kekayaan tidak bisa dinikmati selamanya. Peristiwa-peristiwa mendadak yangbisa menghancurkan kekayaan dan kesejahteraan, tidak dapat kita duga datangnya. Hal semacam ini kemungkinan besar tidak dapat kita atasi sendiri sehingga memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu siapakah yang kita harapkan dapat memberikan bantuan jika bukan dari keluarga besar kita sendiri.

Sebuah keluarga kaya misalnya, mereka merasa tidak memerlukan bantian lagi dari keluarga besarnya, lalu bersikap acuh dan merendahkan. Suatu ketika keluarga ini mengalami malapetaka, misalnya rumahnya terbakar habis sehingga tidak tersisa harta sedikitpun. Pada saat semacam ini, siapakah yang diharapkan untuk segera memberikan bantuan kepada dirinya jika hubungannya dengan keluarga besarnya tidak baik? Dia akan menderita dan putus asa karena tidak ada orang yang bisa diharapkan pertolongannya. Ia tidak bisa berharap kepada keluarga besarnya karena selama ini tidak mau peduli kepada mereka.

Untuk mengetahui seberapa jauh minat dan hasrat calon ustri terhadap upaya pemeliharaan ikatan silahturahmi dengan keluarga, kita dapat menempuh cara-cara antara lain :

1.      Menanyakan kepada kerabat dekatnya apakah yang bersangkutan kenal, akrab dan sering berkunjung atau tidak.
2.      Menanyakan kepada teman-teman perempuannya atau tetangga sekitarnya apakah dia berhubungan baik dengan mereka atau tidak.

Karena pentingnya keluarga besar dan kerabat bagi setiap keluarga, kita wajib memperhatikan calon istri kita seberapa jauh ia mempedulikan kerabat dan keluarga besarnya. Bila yang bersangkutan adalah orang yang selalu memelihara dan menyuburkan ikatan silahturahmi dengan keluarga dan kerabatnya, perempuan semacam ini baik dijadikan istri dan akan membawa berkah dalam membangun rumah tangga kelak. Sebaliknya, jika dia tidak peduli dengan ikatan kekeluargaan, kemungkinan besar perempuan semacam ini tidak akan memberikan berkah dalam keluarga suaminya. Oleh karena itu, carilah istri yang suka memelihara ikatan silaturahmi.***