Mengikuti Prasangka
Mempunyai
prasangka bahwa sahabatmu menyembunyikan sesuatu darimu dapat menyakitinya. Apalagi jika kamu sudah membangun sikap2 tertentu berdasarkan prasangka tersebut. Selain
bisa menyakitinya, hal tersebut
juga betul2 akan menyakiti dirimu sendiri, karena prasangka buruk dapat merusak
ketulusan perasaan hatimu terhadapnya. Oleh
karena itu, ketulusan hati da prasangka baik (husnuzhzhan) merupakan salah satu faktor yang dapat
mempertahankan hubungan ukhuwah. Dengan alasan tersebut Allah dan Rasul-Nya
melarang kita berburuk sangka (su’udzdzan) dan mengikutinya. Prasangka buruk dapat mendorong kepada perbuatan tajassus
(mencari-cari kesalahan) yang dilarang oleh agama. Juga dapat mendorong untuk menjelk-jelekkan
sahabat. Betapa jauh dari cinta dan makna ukhuwah, orang yang jika marah
terhadap sahabatnya, ia langsung berprasangka buruk atau mengejeknya di hadapan
orang lain.
“Hai orang2
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagianprasangka
itu adalah dosa.” (QS. Al-Hujuraat : 12)
Sabda
Rasulullah : “Hindarilah prasangka (buruk), karena prasangka (buruk) adalah
ucapan yang paling dusta.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad)
Enggan
Mengungkapkan Rasa cinta, Enggan Membela Sahabat saat Aibnya disebut
Tentang menyatakan cinta pada saudara, Rasulullah bersabda: “Jika seorang di antara kamu mencintai saudarnya karena Allah, maka kabarkanlah kepadanya, karena hal itu dapat mengekalkan keakraban dan memantapkan cinta.”
Tentang menyatakan cinta pada saudara, Rasulullah bersabda: “Jika seorang di antara kamu mencintai saudarnya karena Allah, maka kabarkanlah kepadanya, karena hal itu dapat mengekalkan keakraban dan memantapkan cinta.”
Di antara hak ukhuwah adalah
membela dan mempertahankan nama baik sahabat. Rasulullah bersabda : “Seorang
muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhalimi dan
menyerahkannya.” (HR. Bukhari, Ahmad)
Maksudnya adalah menghindari hal-hal yang berlebihan, seprti ketergantungan atau rasa suka terhadap sahabat, membebani diri dengan beban yang terlalu berat dalam upaya melayani atau mendekatinya.
Rasulullah saw bersabda :
“Cintailah kekasihmu sesederhana
mungkin, siapa tahu ia menjadi musuhmu pada suatu saat nanti. Dan bencilah
musuhmu sesederhana mungkin, siapa tahu ia menjadi sahabat dekatmu pada suatu
saat nanti.” (HR. Bukhari, Tirmidzi)
Abul-Aswad berkata :Cintailah kekasihmu
Dengan cinta yang sederhana
Karena kamu tidak tahu
Kapan ia menjauhimu
Jika harus benci, maka bencilah
Tapi jangan menjauhi
Karena kamu tidak tahu
Kapan harus kembali
Mencintai sahabat secara
berlebihan malah akan melemahkan persahabatan. Lebih baik cinta yang terus
merangkak namun menanjak daripada cinta yang melonjak namun lekas surut.
Namun demikian, jadikanlah cintamu kepada sahabat lebih besar dari cintanya kepadamu, agar mendapat fadhilah (keutamaan) dari Allah melalui sabda Rasul-Nya : “Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah, kecuali orang yang lebih besar cintanya adalah yang lebih utama di antara keduanya.” (HR. Bukhari)
Namun demikian, jadikanlah cintamu kepada sahabat lebih besar dari cintanya kepadamu, agar mendapat fadhilah (keutamaan) dari Allah melalui sabda Rasul-Nya : “Tidaklah dua orang yang saling mencintai karena Allah, kecuali orang yang lebih besar cintanya adalah yang lebih utama di antara keduanya.” (HR. Bukhari)
Termasuk dalam hal mencampuri urusan pribadi adalah mencari-cari kesalahan, mencuri pendengaran, serta turut campur dalam masalah yang tidak ada gunanya bagi kita.
Sabda
Rasulullah : “Jangan mencari-cari kesalahan (tajassus), mencuri pendengaran
(tahassus), saling bermusuhan dan saling menjauhi. Jadilah hamba-hamba Allah
yang bersaudara.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Ahmad)
“Di antara
tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna
baginya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Dalam shiroh sahabat Nabi
dikisahkan, ada seorang sahabat Nabi yang sakit. Ketika para sahabat dan
kerabat menjenguknya, mereka merasa heran ketika melihat wajah sahabat yang
sakit tersebut begitu ceria. Lalu mereka
bertanya mengenai sebab keceriaannya. Ia menjawab :
“Ada dua amalan yang benar2
kuyakini pahalanya sangat besar, yaitu aku tidak pernah berbicara mengenai hal2
yang tidak berguna, dan hatiku bersih dari segala perasaan kotor terhadap sesama kaum muslim.”
Suatu pelajaran yang indah dapat
kita petik dari cerita Harun bin Abdillah ra ketika ia berkata : “Pada suatu
saat, Ahmad bin Hambal mengunjungiku di tengah malam. Kudengar pintu diketuk,
maka aku bertanya : “Siapa di luar sana?” Ia menjawab : “Aku, Ahmad”. Segera
kubuka pintu dan menyambutnya. Aku mengucapkan salam dan ia pun demikian. Lalu
aku bertanya : “Keperluan apakah yang membawamu kemari?” Ahmad menjawab :
“Siang tadi, sikapmu mengusik hatiku.” Aku bertanya : “Masalah apakah yang
membutmu terusik, wahai Abu Abdillah?” Ahmad menjawab : “Siang tadi akui lewat
di samping halaqoh-mu, ketika engkau sedang mengajar murid2mu, engkau duduk di
bawah bayang2 pohon sedangkan murid2mu secara langsung terkena terik matahari
dengan tangan memegang pena dan catatan. Jangan kau ulangi perbuatan itu di
kemudian hari. Jika engkau mengajar maka duduklah dalam kondisi yang sama
dengan murid2mu.”
Dalam kisah di atas, setidaknya ada dua catatan yang layak direnungkan.
(1) yang bercerita buka pihak yang memberi nasihat, melainkan orang yang dinasihati dan ia tergugah dengan nasihat tersebut,
(2)kelembutan dan kehalusan gaya nasihat Imam Ahmad. Ia menyampaikannya secara sembunyi di tengah malam, dengan menggunakan kata2 “Sikapmu mengusik hatiku”, benar2 suatu ungkapan yang lembut. Ia tidak mengatakan, misalnya “Kamu telah menyakiti manusia….”
Faktor lain yang dapat memperkokoh ukhuwah adalah berempati
terhadap penderitaan saudara dan memperhatikan kebutuhan-kebutuhannya.
Sabda Rasulullah : “Siapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya, niscaya Allah mencukupi kebutuhannya Siapa yang menolong seorang mukmin dari suatu kesusahan, niscaya Allah akan menolongnya dari salah satu kesusahan pada hari kiamat. Siapa yang menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah menutupi aibnya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad)
Dalam hal mencukupi kebutuhan saudara kita, skala paling rendah adalah sebatas mencukupi kebutuhannya ketika diminta dan kita mampu, dan bantuan tersebut diberikan dengan syarat hati merasa senang dan bahagia. Skala pertengahan adalah mencukupi kebutuhannya tanpa ia minta, dan askala yang tertinggi adalah mengutamakan kebutuhan saudara kita daripada kebutuhan kita sendiri.
sahabat di saat senang selalu banyak jumlahnya
namun ketika susah hanya sedikit yang tersisa
namun ketika susah hanya sedikit yang tersisa
maka jangan terpedaya dengan kebaikan seorang sahabat
namun ketika musibah menimpa tiada yang mengiba
semua sahabat menyatakan dirinya setianamun ketika musibah menimpa tiada yang mengiba
namun tidak semua berbuat seperti ucapannya
kecuali sahabat yang penuh derma dan taat agama
itulah sahabat yang berbuat sama dengan kata-katanya
Menutup Diri, Berlebihan, Membebani, dan Menghitung hitung Kebaikan
Jika Anda ingin membuat hati
seorang sahabat menjadi senang dan bersikap terbuka apa adanya, maka hindarilah
menutup diri dan jangan membuatnya merasa terbebani, jangan menghitung-hitung
kebaikannya kepadamu, jangan memberatkannya agar melayanimu, dan bersikaplah
rendah hati. Dalam hal ini, cara pandang yang paling baik adalah kamu
menganggap dirimu lebih layak melayani daripada dilayani, dengan demikian kamu
cenderung menganggap dirimu sebagai pelayan. Barangkali Umar bin Khaththab
adalah sosok yang bisa dijadikan contoh. Beliau berbuat baik kepada siapa saja,
tidak hanya sahabat dekat, melainkan juga budak-budaknya. Menurut Aslam, salah
seorang pelayan Umar, pada suatu malam terkejut mendapati Umar sedang mengurus
kuda2 pelayannya dan kudanya sendiri, seraya melantunkan puisi :
Jangan biarkan malam ini membuat hatimu resahHiasilah ia dengan sehelai baju dan sorban
Jadilah sahabat baik bagi Naif dan Aslam
Layanilah mereka
Melupakannya karena sibuk dan mengurusi orang lain dan kurang setia
Di antara gambaran akhlaq buruk
dalam berukhuwah adalah ketika kita mendapatkan seorang sahabat baru lantas
meninggalkan sahabat yang telah kita kenal dalam jangka waktu lama. Salah satu
penyebab kekecewaan sahabat adalah ketika ia berusaha sekuat tenaga untuk dekat
denganmu dan selalu mengutamakanmu dari siapapun juga, ia justru mendapatimu
tidak setia dan menghargainya.
Tidak setia terhadap sahabat juga dapat memutuskan tali ukhuwah. Tanda-tanda kesetiaan terhadap sahabat di antaranya adalah :
- berdoa untuknya dari kejauhan, baik selama ia hidup atau setelah kematiannya, berbuat baik kepada orang yang dicintainya juga keluarganya.
- konsiten dengan sikap tawadhu’ (rendah hati) terhadap sahabat, sekalipun kedudukan ataupun ilmu Anda lebih tinggi darinya.
Mengingkari Janji dan Kesepakatan Tanpa Alasan yang Jelas
Sifat buruk ini akan menumbuhkan
anggapan dalam diri sahabat Anda bahwa Anda tidak memperhatikannya, karena
orang yang mengingkari janji atau kesepakatan berarti telah meninggalkan
sesuatu yang dianggap kurang penting demi meraih sesuatu yang dianggap lebih
pening. Alasan ini sudah cukup kuat untuk membuat sahabatmu sedih, menodai
cinta dan merusak ukhuwah.
Selalu Menceritakan Perkara yang Menyedihkan dan Suka Menyampaikan Berita yang buat Resah
Ibnu Hazm ra bekata : “Jangan
sampaikan berita yang membuat saudaramu sedih atau tidak bermanfaat baginya, karena
itu adalah perbuatan orang2 kerdil. Dan jangan menyembunyikan berita yang bisa
membahayakannya jika ia tidak tahu, karena itu merupakan pekerjaan orang2
jahat.”
Yahya bin Mu’adz berkata : “Jadikanlah tiga hal berikut ini sebagai sikapmu terhadap orang2 mukmin;jika tidak bisa memberi manfaat, maka jangan membahayakannya; jika tidak bisa membahagiakannya, maka jangan membuatnya sedih; Jika tidak memujinya, maka jangan mencacinya.”
Jadikan tulisan dalam buku ini sebagai bahan instrospeksi, menilai
diri sendiri untuk memperbaiki kadar ukhuwah dan menunaikan hak ukhuwah
saudaraku. Jangan jadikan tulisan dalam buku ini sebagai bahan untuk menilai
sahabat2 Anda, karena jika itu dilakukan, Anda pasti akan lebih memilih untuk
‘uzlah atau menyendiri.Yahya bin Mu’adz berkata : “Jadikanlah tiga hal berikut ini sebagai sikapmu terhadap orang2 mukmin;jika tidak bisa memberi manfaat, maka jangan membahayakannya; jika tidak bisa membahagiakannya, maka jangan membuatnya sedih; Jika tidak memujinya, maka jangan mencacinya.”
Wallahu’alam.
—— selesai ——-
(Dicuplik dari buku Virus-Virus Ukhuwah, karangan Abu ‘Ashim Hisyam bin Abdul Qadir ‘Uqdah, terbitan Robbani Press)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar