Oleh : Drs. M. Thalib
INTRO
Istri yang shalih adalah
perhiasan terindah bagi suaminya. Peran istri dalam kehidupan suami sangatlah
besar. Istri yang shalih dapat membina rumah tangga sakinah dan penuh berkah.
Istri seperti inilah yang menjadi dambaan setiap lelaki muslim.
06. Amanah
Allah berfirman dalam Q.S.
An-Nisaa' ayat 34:
"...Oleh sebab itu, wanita
yang shalih ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara (dirinya dan harta
suami) ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah (menyuruh)
memeliharanya..."
Disebutkan dalam Hadits berikut :
Rasulullah SAW bersabda:
"Sebaik-baik istri yaitu yang meyenangkanmu ketika kamu lihat; taat
kepadamu ketika kamu suruh; menjaga dirinya dan hartamu ketika kamu
pergi". (H.R. Thabarani, dari 'Abdullah bin Salam)
Penjelasan :
Amanah yaitu tanggung jawab
memenuhi kepercayaan orang kepadanya. Apa saja yang dipercayakan orang
kepadanya dijaga dan ditunaikan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntutan
pemberi kepercayaan.
Ayat tersebut menjelaskan sifat
istri yang baik, yaitu benar-benar bisa memelihara kehormatan dirinya pada saat
suaminya tidak di rumah. Ia juga menjaga dengan amanah harta benda suaminya
selama dia tidak di rumah.
Hadits di atas menjelaskan bahwa
setiap istri dituntut untuk amanah terhadap suaminya dalam mengelola harta
suami yang dipercayakan kepadanya.
Seorang istri harus memiliki
sifat amanah karena ia diberi kepercayaan oleh suaminya mengenai segala macam
urusan diri dan keluarganya, bahkan seluruh rahasia suaminya. Suami bukan hanya
mempercayakan harta kekayaan kepadanya, melainkan juga mempercayakan kehormatan
dan keamanan anak-anaknya. Hal ini menuntut adanya sifat amanah istri sehingga
ia tidak akan melakukan
kecurangan ketika suami tidak
ada, atau menipu suaminya sehingga menjerumuskannya ke dalam malapetaka.
Misalnya, karena kekurangan uang belanja ia menyebarkan hal tersebut kepada
orang lain, atau menyampaikan aib suami kepada orang lain sekalipun tidak
bermaksud jahat. Hal semacam ini sudah merupakan tindakan khianat istri kepada
suami.
Istri yang amanah tentu tidak
akan mengabaikan tanggung jawabnya menjaga dan memelihara segala hal yang dipercayakan
kepadanya. Ia akan memelihara suasana rumah tangga penuh rasa kasih sayang dan
cinta.
Sungguh sangat besar bahaya istri
yang tidak amanah bagi keselamatan dan keamanan suami. Istri yang curang dalam
menggunakan harta kekayaan suami akan memberatkan suami dalam mencari pemenuhan
kebutuhan keluarga. Istri yang tidak dapat menyimpan cacat cela dan rahasia
suami akan merusak kehormatan suaminya. Istri yang tidak dapat menjaga
anak-anak suaminya dengan baik akan menyusahkan suami dalam membina kehidupan
anak-anaknya menjadi orang yang shalih. Istri yang tidak amanah akan
menimbulkan ketegangan dan perselisihan karena hal yang diamanahkan kepadanya
tidak dijaga dengan baik.
Oleh karena itu, setiap laki-laki
yang ingin memperistri seorang perempuan harus benar-benar memperhatikan ada
tidaknya sifat amanah pada calon istrinya. Jika ternyata ia seorang perempuan
yang kurang baik amanahnya dan kecil harapan untuk diperbaiki, perempuan
semacam ini sebaiknya tidak dijadikan istri.
Untuk mengetahui apaah calon
istri amanah atau tidak, dapat dilakukan upaya-upaya berikut :
1.
Menanyakan
kepada kerabat atau tetangga atau teman dekatnya yang jujur dan berakhlaq baik
apakah dia orang yang dapat dipercaya bila diberi kepercayaan mengurus dan
menyimpan sesuatu atau tidak.
2.
Menyelidiki
perilakunya apakah ia dapat dipercaya dalam melaksanakan kepercayaan orang
kepadanya atau tidak. Misalnya dengan mengamati sikapnya bila dititipi uang
apakah ia dapat dipercaya atau tidak. Bisa juga dengan mengamati apakah ia
selalu memenuhi janji dengan baik atau tidak bila berjanji.
3.
Menyelidiki
perilaku keluarganya berkenaan dengan sifat amanah apakah keluarganya dapat
dipercaya dalam menjaga harta titipan dan selalu memenuhi janji atau tidak.
Dengan bercermin pada keadaan keluarganya besar kemungkinan yang bersangkutan
juga menjadi perempuan yang amanah. Sebaliknya, jika keluarganya dikenal
sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, kemungkinan anaknya begitu.
Jadi, karena istri yang amanah
sangat berperan penting dalam menciptakan kehidupan keluarga yang baik,
laki-laki yang ingin membina rumah tangga harus selalu mengutamakan istri yang
amanah. Dengan istri yang amanah insya Allah kehidupan keluarga tidak akan
banyak beban sehingga tercipta keluarga yang sakinah.***
07. Tidak Bersolek Bila Keluar Rumah
Disebutkan dalam Hadits berikut :
"Wanita-wanita yang gemar
minta cerai dan wanita-wanita pesolek (di luar rumah) adalah wanita-wanita
munafik". (H.R. Abu Nu'aim)
Penjelasan :
Maksud Hadits di atas ialah
perempuan yang suka bersolek ketika keluar rumah adalah perempuan munafik.
Orang munafik perkataannya tidak bisa dipercaya, janjinya tidak bisa dipegang
dan kejujurannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, perempuan
yang suka bersolek ketika keluar rumah berarti memiliki sifat-sifat buruk.
Sifat perempuan dalam menampilkan
dirinya macam-macam. Ada perempuan yang suka bersolek, ia dapat memoles dirinya
dengan baik sehingga terlihat cantik dan kekurangannya tertutupi. Tindakannya
bertujuan untuk menawan hati orang lain, terutama lawan jenisnya. Perempuan
semacam ini disebut munafik karena selalu berpura-pura dalam menampilkan
dirinya dan menyembunyikan keadaan sesungguhnya.
Selain itu,ada perempuan yang
tampil apa adanya, ia tidak mau mengenakan macam alat kecantikan. Ia selalu
menampakkan dirinya dengan polos, tetapi memperlihatkan budi pekerti yang baik
dan akhlaq yang terpuji. Ia berpakaian sederhana apa adanya. Perempuan semacam
ini lebih mengutamakan kecantikan dan keindahan batin daripada keindahan
lahirnya.
Di antara dua sifat perempuan
tersebut, perempuan yang tampil apa adanya, polos, dan sederhana itulah yang
berakhlaq baik. Perempuan semacam inilah yang seharusnya menjadi pilihan
laki-laki beriman untuk dijadikan istri. Ia bisa diharapkan untuk bersama-sama membangun
rumah tangga yang penuh kedamaian, keceriaan, kasih sayang dan kebahagiaan.
Istri yang bersolek bila keluar
rumah termasuk wanita munafik karena ia berusaha terlihat cantik di mata orang
lain, bukan di hadapan suaminya. Ia akan membuat hati suami selalu dibayangi
kebimbangan. Suami menjadi selalu khawatir jangan-jangan istrinya tidak dapat
menjaga dirinya dari rayuan laki-laki lain atau bercengkerama dengan laki-laki
lain ketika dia tidak di rumah. Ia juga bimbang bila memberi uang belanja
karena mungkin sekali istrinya menghamburkannya di luar pengetahuan suami. Ia
juga sulit mempercayai apa yang dibicarakan istrinya. Kebimbangan semacam ini
tentu dapat mengganggu ketentraman dalam rumah tangga, bahkan bisa memicu
pertengkaran.
Istri pesolek menimbulkan beban
psikologis bagi suami. Kegemarannya bersolek bila keluar rumah bisa mengundang
selera laki-laki lain terhadap dirinya. Hal ini tentu akan menimbulkan salah
paham dengan suaminya. Suami akan merasa curiga setiap saat sehingga timbul
pertengkaran dalam rumah tangga.
Selain beban psikologis, istri
pesolek juga akan menimbulkan banyak problem bagi suaminya karena kegemarannya
bersolek menyebabkan suami harus mengeluarkan banyak uang. Hal semacam ini
tentu akan membebani suami, bila pendapatan suami hanya cukup untuk makan
sehari-hari.
Karena begitu besarnya kendala
beristri perempuan pesolek, seorang lelaki hendaklah lebih dahulu meneliti dan
mencermati calon istrinya. Jika ternyata dia seorang yang benar-benar gemar
bersolek, bahkan biasa bersolek sejak kecil, hendaklah ia mempertimbangkan
dengan seksama apakah ha itu akan menimbulkan malapetaka atau tidak bagi
dirinya kelak. Jika kegemarannya besolek bukan kebiasaan sejak kecil, melainkan
sekedar pengeruh teman dan ada harapan untuk diperbaiki, ia harus tetap
mempertimbangkan pemilihannya, sebab boleh jadi pengaruh temannya akan menjadi
kebiasaan. Ia harus benar-benar bersikap objektif dalam menilai kemampuannya
mengayomi perempuan tersebut. Langkah terbaik adalah mendasarkan pilihannya
sesuai dengan tuntunan syari'at Islam supaya kelak tidak menyesal.
Untuk mengetahui apakah calon
istri pesolek atau bukan, dengan mudah dapat dilihat dari penampilannya
sehari-hari. Bila ia menampilkan diri secara polos dan sederhana walaupun
sebenarnya dia berkecukupan, wanita semacam ini termasuk bukan pesolek. Akan
tetapi, jika ia tampil dengan polos hanya karena keadaan ekonominya lemah, hal
ini perlu dipertimbangkan dan diselidiki lebih jauh. Kita perlu meneliti lebih
jauh penampilannya pada saat-saat tertentu, misalya pada saat menghadiri acara
pesta perkawinan, wisuda dan lain-lain, apakah tetap tampil apa adanya atau
bersolek di luar kebiasaannya.
Ringkasnya, setiap laki-laki
hendaklah memperhatikan masalah ini dengan seksama agar kelak tidak menyesal
dalam membina rumah tangga dengan perempuan yang didambakannya. Hal ini perlu
dilakukan jika ia menghendaki rumah tangga yang dipenuhi dengan keharmonisan,
kemesraan dan kebahagiaan. Oleh karena itulah, ia hendaklah berhati-hati agar
tidak memilih perempuan yang gemar bersolek bila keluar rumah.***
08. Kufu' dalam Beragama
Rasulullah SAW bersabda dalam
Hadits-Hadits berikut :
"Wahai Bani Bayadhah,
kawinkanlah (perempuan-perempuan kamu) dengan Abu Hind; dan kawinlah kamu
dengan (perempuan-perempuan)nya." (H.R. Abu Dawud)
"Orang-orang Arab satu
dengan lainnya adalah kufu'. Bekas budak satu dengan lainnya adalah kufu'
pula." (H.R. Bazar)
"Sesungguhnya Allah
memuliakan Kinanah di atas Bani Isma'il dan memuliakan Quraisy di atas Kinanah
dan memuliakan Bani Hasyim di atas Quraisy dan memuliakan aku di atas Bani
Hasyim...Jadi, akulah yang terbaik di atas yang terbaik." (H.R. Muslim)
Penjelasan :
Kata kufu' artinya sepadan atau
setara. Dalam pengertian adat-istiadat, kufu' ialah kedudukan setara antara
calon suami dengan calon istri, baik dalam urusan agama, keturunan, nasab,
maupun kedudukan sosial dan ekonomi. Bila calon pasangan dalam hal-hal tersebut
setara, maka mereka disebut kufu'.
Hadits-hadits di atas memberikan
penjelasan kufu' dalam pandangan syari'at Islam. Hadits pertama menjelaskan
bahwa Rasulullah memerintahkan Bani Bayadhah untuk mengawinkan anak-anak
perempuannya dengan laki-laki dari keturunan Abu Hind. Klen Abu Hind ini
dikenal sebagai pengrajin. Profesi pengrajin di lingkungan Arab dipandang rendah
sehingga keturunan mereka dinilai tidak kufu' dengan keturunan Bani Bayadhah.
Hadits kedua menjelaskan bahwa
semua suku Arab kufu' sehingga tidak alasan bagi suatu suku tertentu merasa
lebih tinggi daripada suku lain.
Hadits ketiga menjelaskan bahwa suku
yang paling mulia dilingkungan bangsa Arab adalah Quraisy, sedangkan klen yang
paling mulia di lingkungan suku Quraisy adalah Bani Hasyim dan warga Bani
Hasyim yang paling mulia adalah Nabi Muhammad SAW.
Hadits ketiga ini tidak
menunjukkan adanya pembenaran bahwa suku selain Quraisy tidak kufu' dengan suku
Quraisy, atau klen selain Bani Hasyim
tidak kufu' dengan klen Bani Hasyim, sehingga antara laki-laki dan
perempuan yang berbeda suku atau klen tidak boleh menikah. Oleh karena itu,
tidak ada pembenaran bagi mereka untuk menolak kawin dengan suku atau klen mana
saja dengan alasan status sosialnya tidak kufu'.
Bila perkawinan antar klen atau
suku yang tidak kufu' dilarang, tentu saja tidak akan ada laki-laki yang
dipandang kufu' menjadi suami putri-putri Rasulullah, sebab Rasulullah SAW
adalah orang yang paling mulia di lingkungan klen Bani Hasyim. Kenyataannya,
putri Rasulullah diperistri oleh laki-laki yang klen atau keluarganya lebih
rendah . Ummu Kultsum contohnya, diperistri oleh 'Utsman bin 'Affan yang
klennya lebih rendah daripada Bani Hasyim, dan Fathimah diperisteri oleh 'Ali
yang keluarganya lebih rendah daripada keluarga Rasulullah SAW. Hal ini
membuktikan bahwa anjuran agar mencari pasangan yang kufu' maksudnya bukanlah
kufu' dalam pengertian nasab, kedudukan sosial ekonomi, suku atau keluarga,
melainkan kufu' dalam beragama.
Mengapa hanya agama yang menjadi
tolok ukur kufu' untuk memilih istri? Karena agama merupakan bekal utama yang
melandasi kemampuan dan tanggung jawab seorang perempuan untuk menjadi istri
yang shalihah.
Kufu' dalam beragama ini ialah
kualitas akhlaq dan ketaatan beragama calon pasangan benar-benar setara.
Apabila suami lebih baik, sedang istri kurang, keduanya dikatakan kurang kufu'.
Sebaliknya, jika istri lebih baik, ia dikatakan tidak kufu' sebab suami
dituntut memiliki kualitas lebih baik atau setidak-tidaknya setara.
Islam menganjurkan memilih istri
yang kufu' dalam beragama agar kelak tercipta suasana sakinah dan mawaddah
dalam hidup berumah tangga. Bila antara suami istri terdapat
perbedaan-perbedaan mencolok dalam bidang akhlaq dan ibadah, apalagi istri jauh
lebih rendah daripada suami, hal ini semacam ini akan menghambat upaya
menciptakan rumah tangga yang dipenuhi kemesraan, kebahagiaan, dan penuh
tanggung jawab kepada Allah. Demikianlah, karena istri yang tidak kufu'
memiliki pandangan yang berbeda dalam menilai baik buruk suatu masalah sehingga
dalam rumah tangga muncul dua norma yang bisa berbeda. Hal ini sangat berbahaya
bagi pembinaan akhlaq suami istri dan anak-anaknya. Bukanlah tujuan setiap
orang membina rumah tangga adalah untuk memperoleh kebahagiaan sebesar-besarnya
di dunia dan keselamatan di akhirat kelak? Kalau tujuan semacam ini tidak dapat
diwujudkan, yang akan terjadi adalah perselisihan yang menyebabkan perderitaan.
Untuk mengukur kufu' atau
tidaknya calon istri, perlu diadakan pengamatan dan penelitian seksama. Ada
beberapa cara yangbisa ditempuh, antara lain :
1.
Menanyakan
akhlaq dan ibadah perempuan tersebut kepada teman-teman dekatnya atau tetangga
dekatnya yang adil dan jujur dalam menilai orang.
2.
Mengamati
akhlaq dan ibadah keluarga perempuan yang bersangkutan. Bila keluarganya ahli
ibadah dan baik akhlaqnya, kemungkinan besar akhlaq perempuan tersebut seperti
keluarganya.
Adapun kufu' dalam bidang lain,
seperti tingkat pendidikan, sosial, ekonomi dan lain-lain bukan merupkan
masalah pokok yang dapat menghalangi upaya penciptaan rumah tangga yang sakinah
dan mawaddah. Masalah-masalah semacam itu dapat diatasi dengan cara melakukan
peningkatan secara bertahap dari pihak yang bersangkutan.
Istri yang pendidikannya jauh
lebih rendah daripada suami, misalnya. Tetapi memiliki kecerdasan yang cukup
untuk menambah ilmunya, baik secara otodidak maupun melalui kursus-kursus,
dapat mengimbangi kedudukan suami. Begitu pula istri yang berasal dari kalangan
ekonomi rendah tetapi memiliki pendidikan yang cukup, kedudukannya otomatis
akan terangkat sehingga kedudukannya setara dengan suaminya. Begitu juga dalam
hal kedudukan sosial dan lainnya, istri dapat mencapai kesetaraan selama suami
mau menerima dan mengusahakan peningkatan kualitas dirinya.
Akan tetapi, berbeda sekai bila
calon istri akhlaqnya rendah dan perilakunya dalam beragama rusak. Perbaikan
dan peningkatan dalam hal ini sangat berat sebab untuk mengubah akhlaq yang
buruk menjadi baik bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan, bahkan dapat
mempengaruhi yang baik menjadi rusak. Itulah sebabnya Rasulullah SAW, juga para
ulama mengingatkan agar laki-laki yang hendak menikah benar-benar memperhatikan
masalah kualitas agama calon istrinya.
Jadi, walaupun masalah kufu' di
luar aspek agama tidak menjadi tuntutan pokok, patut juga kita perhatikan hal
tersebut dengan baik agar kita lebih mudah menciptakan keluarga yang bahagia,
penuh ketenangan dan sejahtera. Kita sebaiknya berusaha untuk mendapatkan
pasangan yang kufu' dalam seluruh aspek mencakup akhlaq, ibadah, pendidikan,
kedudukan sosial, ekonomi, dan latar belakang kultur. Semakin banyak persamaan
antara calon pasangan, akan semakin mudah kita membina kesatuan dalam keluarga.
Inilah yang harus kita usahakan agar tujuan kita mewujudkan rumah tangga yang
penuh keberkahan, kebahagiaan dan ketenangan tercapai.***
09. Tidak Materialis
Dalam Hadits berikut disebutkan :
Dari Ibnu 'Abbas ra, ujarnya:
Rasulullah SAW bersabda: "Ada empat perkara, siapa mendapatkannya berarti
kebaikan dunia dan akhirat, yaitu hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu
berdzikir, bersabar ketika mendapatkan musibah, dan perempuan yang mau dikawini
bukan bermaksud menjerumuskan (suaminya) ke dalam perbuatan maksiat dan bukan
menginginkan hartanya." (H.R. Thabarani, Hadits Hasan)
Disebutkan juga dalam Hadits
berikut bahwa :
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya wanita yang membawa berkah yaitu bilamana ia mudah dilamar,
murah maskawinnya, dan subur peranakannya." (H.R. Ibnu Hibban, Hakim, dan
lain-lain, dari 'Aisyah).
Penjelasan :
Materialis adalah sifat lebih
mengutamakan materi dan cenderung tidak mau mengeluarkan hartanya untuk
kepentingan orang lain atau kepentingan kebajikan umum.
Wanita materialis mengukur
derajat dan martabat seorang laki-laki semata-mata dari sisi harta kekayaannya.
Ia mau menjadi istri seseorang asalkan yang bersangkutan mampu memenuhi
tuntutan-tuntutan materinya. Ia selalu medambakan kemewahan dan bertumpuknya
harta kekayaan tanpa mempedulikan halal dan haramnya.
Maksud Hadits pertama ialah
perempuan yang baik dijadikan istri antara lain karena tidak bermaksud mengejar
harta dan tidak pula menjerumuskan suaminya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
dosa. Misalnya mendorong suaminya untuk mencari harta sebanyak-banyaknya
walaupun dengan cara haram atau hanya mengeruk harta kekayaan suami dan
meninggalkannya bila suami jatuh miskin.
Hadits kedua menerangkan bahwa
salah satu ciri wanita yang tidak materialis. Perempuan semacam ini kelak akan
membawa berkah bagi keluarganya karena mau menerima keadaan suami sehingga
tidak menyulitkan suaminya dalam memenuhi kebutuhan keluarga kelak. Sikap
semacam inilah yang dapat menciptakan suasana keluarga penuh dengan rasa riang
dan bahagia.
Dalam memilih calon istri kita
diperintahkan agar mencari wanita yang ridha menerima mahar sedikit, walaupun
laki-laki dianjurkan untuk memberikan mahar yang banyak kepada calon istrinya
seperti yang disebutkan dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 4 : "Berikanlah maskawin
kepada wanita (yang kamu nikahi) dengan maskawin yang menyenangkan ..."
Untuk mengetahui apakah calon
istri materialis atau tidak, dapat dilakukan cara-cara antara lain :
1.
Menanyakan
kepada teman-teman dekatnya atau tetangga dekatnya tentang sikap-sikapnya dalam
bidang materi. Misalnya, kita teliti apakah dia senang berteman dengan
orang-orang kaya saja atau juga dengan orang-orang miskin. Kita amati sikapnya
apakah mau meminjamkan sesuatu kepada orang yang miskin atau hanya mau
meminjamkan sesuatu kepada yang kaya. Kita amati juga apakah dalam menilai
keadaan seseorang ia hanya melihat sisi materinya atau ia lebih memperhatikan
sisi akhlaq dan kepandaiannya.
2.
Mengamati
pola kehidupan keluarganya apakah mereka hanya bergaul dengan orang-orang kaya
atau dengan semua kalangan.
3.
Mengujinya
dengan memberikan hadiah yang murah apakah apakah ia memberi komentar
menyepelekan atau tidak.
Dengan cara-cara ini diharapkan
laki-laki yang akan mempersunting seorang perempuan dapat mengetahui dengan
jelas apakah sifatnya materialis atau qana'ah (menerima apa adanya) dan
menjauhi kemewahan.
Laki-laki yang bertujuan
mewujudkan keluarga islami dalam rumah tangganya, hendaklah benar-benar memilih
calon istri yang tidak materialis. Hal ini dimaksudkan agar keluarganya dapat
hidup berbahagia, sejahtera, penih ketentraman, kasih sayang sesuai dengan
peraturan Islam.***
10. Senang Menyambung Ikatan Kerabat
Dalam Hadits berikut disebutkan :
Dari Maimunah ra, sesungguhnya ia
telah memerdekakan salah seorang budak perempuannya tanpa lebih dahulu minta
izin kepada Nabi SAW. Ketika tiba saat Nabi bergilir kepadanya, ia berkata:
"Wahai Rasulullah, apakah Tuan tahu bahwa saya telah memerdekakan budak
perempuanku?" Sabdanya: "Apakah engkau telah melakukannya?"
Jawabnya: "Ya" Sabdanya: "Alangkah baiknya kalau budak perempuan
itu engkau hadiahkan kepada paman-paman dari pihak ibumu karena pahalanya akan
lebih besar bagi dirimu." (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i)
Penjelasan :
Perempuan yang baik untuk
dijadikan istri adalah perempuan yang suka menjalin ikatan silahturahmi dengan
keluarga dan kerabat.
Hadits di atas menceritakan bahwa
ketika Maimunah memberitahu Rasulullah SAW, bahwa dirinya telah memerdekakan
budak miliknya, beliau bersabda : "Alangkah baiknya kalau budak perempuan
itu engkau hadiahkan kepada paman-paman dari pihak ibumu." Ini berarti
bahwa Rasulullah SAW lebih menekankan perlunya mempererat ikatan kekerabatan
daripada sekedar membebaskan budak.
Peranan seorang istri sangat besar
dalam mempererat hubungan suaminya dengan keluarga dan kerabatnya. Bila seorang
istri suka menjaga dan memelihara hubungan dengan kerabat-kerabatnya, baik dari
pihaknya sendiri maupun dari puhak suaminya, jaringan hubungan kekeluargaan
akan menjadi luas, sehingga memudahkan mereka untuk saling menerima dan memberi
bantuan.
Kebanyakan orang, terutama para
istri, tidak suka bila dia harus membantu atau menanggung beban hidup orang
lain. Mereka lebih mengutamakan kesejahteraan keluarganya daripada membantu
kerabat atau keluarga besarnya. Umumnya, perempuan lebih mengutamakan diri dan
anak-anaknya dan cenderung kurang peduli dengan keluarga besarnya. Mereka
khawatir kalau terlalu banyak membantu keluarga besar, kepentingannya tidak
terpenuhi. Hal inilah yang sering merintangi para istri untuk bersikap lebih
dermawan kepada keluarga besarnya, apalagi kepada keluarga besar suaminya.
Kita tak boleh merasa tidak
memerlukan uluran tangan keluarga atau kerabat kita, karena sikap semacam ini
hanya merugikan diri sendiri. Walaupun keluarga kita berkecukupan, kita harus
ingat bahwa kekayaan tidak bisa dinikmati selamanya. Peristiwa-peristiwa
mendadak yangbisa menghancurkan kekayaan dan kesejahteraan, tidak dapat kita
duga datangnya. Hal semacam ini kemungkinan besar tidak dapat kita atasi
sendiri sehingga memerlukan bantuan orang lain. Oleh karena itu siapakah yang
kita harapkan dapat memberikan bantuan jika bukan dari keluarga besar kita
sendiri.
Sebuah keluarga kaya misalnya,
mereka merasa tidak memerlukan bantian lagi dari keluarga besarnya, lalu
bersikap acuh dan merendahkan. Suatu ketika keluarga ini mengalami malapetaka,
misalnya rumahnya terbakar habis sehingga tidak tersisa harta sedikitpun. Pada
saat semacam ini, siapakah yang diharapkan untuk segera memberikan bantuan
kepada dirinya jika hubungannya dengan keluarga besarnya tidak baik? Dia akan
menderita dan putus asa karena tidak ada orang yang bisa diharapkan
pertolongannya. Ia tidak bisa berharap kepada keluarga besarnya karena selama
ini tidak mau peduli kepada mereka.
Untuk mengetahui seberapa jauh
minat dan hasrat calon ustri terhadap upaya pemeliharaan ikatan silahturahmi
dengan keluarga, kita dapat menempuh cara-cara antara lain :
1.
Menanyakan
kepada kerabat dekatnya apakah yang bersangkutan kenal, akrab dan sering
berkunjung atau tidak.
2.
Menanyakan
kepada teman-teman perempuannya atau tetangga sekitarnya apakah dia berhubungan
baik dengan mereka atau tidak.
Karena pentingnya keluarga besar
dan kerabat bagi setiap keluarga, kita wajib memperhatikan calon istri kita
seberapa jauh ia mempedulikan kerabat dan keluarga besarnya. Bila yang
bersangkutan adalah orang yang selalu memelihara dan menyuburkan ikatan
silahturahmi dengan keluarga dan kerabatnya, perempuan semacam ini baik
dijadikan istri dan akan membawa berkah dalam membangun rumah tangga kelak.
Sebaliknya, jika dia tidak peduli dengan ikatan kekeluargaan, kemungkinan besar
perempuan semacam ini tidak akan memberikan berkah dalam keluarga suaminya.
Oleh karena itu, carilah istri yang suka memelihara ikatan silaturahmi.***