Sabtu, 06 April 2013

Wanita S1, S2, S3



Wanita S1, S2, S3
*opini satu sisi
Kata Rasulullah wanita itu tiang agama.  Dari wanitalah akan lahir generasi penerus.  Penerus tentang segala kebaikan atau penerus segala keburukan. Kedua pilihan ini tergantung wanita itu sendiri mau memilih yang mana untuk diajarkan kepada sang generasi penerus.  Untuk bisa memilih dan menjalani tentang segala kebaikan, itu perlu pengetahuan, untuk mendapatkan pengetahuan itu perlu pembelajaran, pembelajaran yang kompleks ditemukan dalam universitas kehidupan dan untuk bisa menghadapi realita di universitas kehidupan dengan bijak, masuk di miniatur univeritas kehidupan yaitu universitas2 formal dirasa wajar saja.  Keberadaan wanita menjalani peran sebagai mahasiswi diuniversitas2 formal jenjang S1, S2 bahkan S3 sekalipun tak lain hanyalah untuk memperoleh pelajaran lebih untuk menghadapi kompleksitas soal soal ujian di universitas kehidupan yang akan dia temui nanti setelah menyandang gelar sarjana, magister atau doktor.  Gelar2 akademik dari universitas formal itu hanya sebagai hasil short course untuk menjalani peran dengan gelar yang diberikan oleh universitas kehidupan yaitu gelar sebagai seorang istri dan ibu.  
Wanita yang telah menempuh short course di Universitas2 formal ini biasanya akan memiliki pemikiran yang lebih bijak dan visioner untuk membuat program2 pengembangan diri bagi keluarganya terlebih suami dan anak2nya. Beberapa permasalahan klasik yang ditemui di universitas kehidupan tentang kekhawatiran lelaki terhadap wanita yang memiliki pendidikan akademis lebih tinggi darinya berfikir sang wanita yang jika dia peristri nantinya akan susah diatur, akan susah taat dengan suami, akan merasa lebih tinggi dari suaminya, meremehkan suaminya.  Satu catatan untuk kekahwatiran ini, jika dia itu seorang wanita sholeha, bagus pemahaman agama, yang sangat bermakrifah dan sangat mencintai Tuhannya Allah maka setinggi apapun gelar akademiknya dibandingkan suaminya dia akan tetap berakhlak mulai terhadap suaminya, karena dia tahu dan akan selalu mencari tau apa2 saja hal2 yang pantas dilakukannya agar Allah ridho melalui ridho suaminya.
Gelar akademik bagi wanita seperti itu hanya sebagai wasilah untuk dia lebih mengenal tuhannya dalam proses pembelajaran di Univeritas2 kehidupan, belajar merancang rencana2 kehidupan yang  disukai Tuhannya, maka dia akan mengatakan seperti ini “ jika nanti aku sudah menikah, dan suami ku meminta meninggalkan karierku agar sepenuhnya fokus di gelar sebagai istri dan ibu maka dengan senang hati aku akan melakukannya, jika nanti Allah menitipkan rezeki seorang anak kepada kami maka sejak dari alam rahim aku akan mengenalkan anakku denganNYA, akan ku recoki fikiran anakku dengan segala ma’firah tentangNYA, kan ku cerita teladan sempurna Rasullullah, cerita heroik para sahabat/sahabiyah yang membela islam dan iman, buah hatiku yang sangat mencintai ilmu, mencintai Alquran, dan semua karena Allah”. 
Sekali lagi catatan yang ingin ditekankan disini adalah seorang wanita sholehah. Maka bukanlah sebuah kesalahan (jika memang ada jalannya)  ketika wanita menuntut ilmu2 formal setinggi2nya,  jika itu yang membuat dia akan menjadi lebih siap guna untuk menjadi ustadzah di madrasah peradaban yang akan menghasilkan didikan generasi Rabbani dan karena semangatnya menuntut ilmu itu Allah meninggikan derajatnya “....Allah mengangkat derajat orang2 yang beriman dan orang2 yang berilmu beberapa derajat” (Almuhadillah:11). Untuk lelaki, Maka jangan pandang gelarnya hingga hati menjadi ciut, karena itu hanya mengintrepretasikan sebuah pemikiran sang penilai yang sangat sempit, tapi lihatlah agamanya seperti pesan yang telah disampaikan Rasullullah. Untuk wanita, jadikanlah sarana2 di Universtas formal itu sebagai wasilah untuk lebih membuatmu mengenal Allah dan mendekatkan diri kepada Allah bukan untuk melejitkan karier, meninggikan kedudukan, bukan untuk dipandang kagum dimata makhluk, bukan untuk diakui eksistensinya, bukan untuk populer. Itu tidak penting. Karier, Kedudukan yang tinggi, kekaguman orang, eksistensi, populer itu akan diperoleh tanpa diniatkan. Karena hukum alamnya seperti itu, hukum sebab akibat yang pasti akan berlaku. Tapi yang menjadi niat dan tujuan dari dalam hati. Maka kenapa tidak kita niatkan ke yang paling sempurna “bahwa kau melakukan semuanya karena Allah suka”. Bukankah ketika mencari akhirat maka dunia kan mengikuti?. Wallauhualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar