Senin, 10 Maret 2014

Mercusuar Malam


Ku dapati ia diawal jalinan persahabatan sebagai sosok yang sangat pendiam.  Tak banyak cerita yang terangkai dari nya, tak banyak timpal bicara saat kami berkumpul melepas rindu persahabatan.  Sosok kaku yang sering membuat sanguine ku mendadak lenyap.  Hanya ada eksperi resmi dan formal saat bersamanya.  Aku adalah sang pengagum kepemimpinan yang vocal dan visioner.  Hingga satu kali aku diberi kesempatan berjalan bersamanya untuk tugas di luar kota, yang merubah pandangku pada sahabat ku itu.  Dia seorang aktivis keilmuan yang aktif disebuah lembaga keilmuan tingkat nasional. Ku temui rekan2 kerjanya adalah mereka2 dengan segudang prestasi akademis.  Perjalanan ke luar negeri seperti tempat bermain bagi mereka untuk agenda dari organisasi mereka.  Jepang, belanda, jerman, perancis, korea dll.  Siapa yang tak ingin keluar negeri, melihat dan menikmati perjalanan ke negera lain, mencari suasana baru, pengetahuan baru dan pastinya sebagai nilai dan eksistansi diri. 
Sahabatku ini, bukan seperti mereka.  Sederhana dan tak show up. Melangkah slow tapi pasti.  Cerdas dan totalis dengan amanah.  Saat kesempatan duduk bersama menunggu kedatangan bus untuk membawa kami kembali ke kota asal, aku bertanya kepadanya
“ kamu tidak ingin keluar negeri seperti teman2 mu?” tanya ku penasaran sambil menunggu serius jawaban darinya.  Hening hitung menit baru dia menjawab pertanyaanku.
“ untuk apa?” jawaban yang singkat dan padat membuat aku speechless dan tak habis pikir. Untuk apa? .sekarang aku malah terdiam lama. Untuk apa ya? aku kehilangan jawaban sesaat. Saat otak ku mensearching jawaban logik yang bisa dia terima, dia kembali bersuara “ bagi saya,  keluar negeri saat ini belum menjadi prioritas.  Saya lebih senang jika anggota saya yang lebih dahulu mencicipi kesempatan keluar negeri.  ntahlah, selama ini sya berfikir, tentang impian2 saya.  dan setelah saya lihat kembali hamper semuanya untuk diri saya saja.. dan mungkin sebagian besar kita bgtu.  Menulis sekian ratus target impian. Tapi berapa persen dari impian yang ada adalah untuk keberhasilan dan kebermanfaat bagi orang lain. Hanya beberapa saja.  saya tidak mau seperti itu. “jelas tegasnya membuat aku semakin terdiam, tersindir.  Ada frame baru yang mulai merangkai di fikir ku tentang kebermanfaatan diri.
mercusuar malam.  Seketika kutemui istilah untuknya akibat analogi dari tausiyah seorang usztad “ jadilah mercusuar malam, tinggi menjulang, bersinar dan menerangi sekelilingnya.  Memberi cahaya bagi nelayan yang pulang melaut, memberi titik terang bagi pelaut yang kehilangan kompas bahari”.  Bus yang kami tumpangi pun datang.  Segara aku berkemas barang menunggu jam keberangkatan didalam bus. Sepanjang perjalanan malah sang silencer yang mendominasi pembicaraan dan aku hanya menjadi pendengar yang baik dari cerita hikmah yang pertama kali kusimak darinya.
***
Bersabarlah bersama sama sahabatmu, sepanjang waktu persahatan, mak  akan kau temui banyak hal2 yang sebenarnya tentang dia (Riana).
Kota pelajar, Maret 2014 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar