Keadaan pulau ini tidak banyak berubah sejak
kutinggalkan satu tahun lalu melanjutkan menuntut ilmu strata dua di kampus
berlabel pertanian sdi kota hujan Bogor. Perkenalkan, nama ku Efa riana. Dari lahir hingga sekarang panggilan selalu
sama, efa. Hanya Orang2 yang menganggapku spesial (aku merasa seperti itu ^^), dirinya
spesial bagiku dan diriku sendiri yang memanggil dengan sebutan “Fha, kak Fha,
or Mb fha”. Tahun 1988, tepatnya tanggal 4 oktober, 25 tahun yang lalu aku
berpindah ke alam dunia setelah melewati perjalanan di alam Ruh dan alam rahim
sang bunda. Aku terlahir sebagai anak pertama dari bunda yang bernama gusniwarti
dan ayahnda bernama zahidin. Aku
memangggil sepasang malaikat ini dengan sebutan “bapak dan mamak”. Ibu seorang Minang asli dan ayah bersuku Jawa,
jadi aku anak keturunan jamin alias Jawa Minang. Bisa ke Minang atau Jawa, aku
pribadi lebih dekat dengan lingkungan Jawa, tapi adat istiadat suku orang tua
ku tidak benar2 kental dikeluarga kami karena kami tinggal dikampung melayu,
jadi lebih banyak melebur dengan lingkungan sekitar. Interaksi gen dan lingkungan
lebih mengekspresikan nuansa melayu dikeluarga. Cerita mamak, aku termasuk yang
paling lama dikandungan ibuku, sekitar 10 bulan. Balitaku termasuk seorang anak yang cengeng,
cerewet, keras kepala dan banyak maunya, karena anak pertama jadilah aku
percobaan mendidik anak bagi keluarga muda mamak dan bapak.
Masa Pendidikan
Masa Sekolah Dasar
Aku masuk SD usia 5 tahun. Tidak ada TK waktu
itu dikampungku. Ibu ku seorang guru, aku sekolah di SD tempat ibuku
mengajar. Seingatku disekolah aku
termasuk anak yang aktif. Selalu menempati urutan juara kelas 3 besar sejak
kelas 1 hingga tamat kelas 6. Aku suka menari.
Untuk pertama kalinya aku tampil dipanggung membawakan tarian daerah
dalam sebuah acara di Kecamatan. Yup salah satu hobi remajaku adalah menari
dan termasuk jagonya.
Masa Sekolah Menengah Pertama
Tamat SD melanjutkan Sekolah Menengah Pertama
masih dikampungku. Masa SMP ku seperti anak remaja tanggung kebanyakan yang
memang tidak berorientasi untuk memahami agama lebih. Prestasi belajar masih sama dengan prestasi
di SD, bahkan lebih baik, aku tidak pernah lepas dari rangking 1 dikelas. Mau rata2 kelas naik atau turun tetap nilai
ku teratas, sehingga aku sering jadi kepercayaan guru. Masih melanjutkan hobi yang sama, aku
terpilih mewakili kecamatan dalam agenda Pekan Kesenian Daerah tingkat
Kabupaten. Aku juga aktif dalam pramuka, heaking, pasus dan kelompok seni di
Sekolah. Berpetulang adalah hobi ku yang
lain.
SMP aku tidak pake jilbab. Agama hanya sekedar tau kulit arinya saja,
itupun suplai pengetahuan dari 2 jam pelajaran agama setiap minggunya di
Sekolah L L (semoga Allah mengampuni dosaku). Walaupun
seperti itu aku tidak pernah pacaran masa SMP. Bukan, bukan karena aku tidak
mau, atau karena aku tau pacaran itu gak boleh tapi karena teman yang aku
taksir gak naksir balik dan yang naksir aku, aku gak naksir dia, cinta monyet
katanya,hehe. Jadinya gak pernah nyambung. Satu yang ku fikirkan rasa
ketertarikan pada lawan jenis itu bukti fitrah dan kenormalan diriku sebagai
makhlukNYA. Muhasabah diri beberapa tahun
kemudian sangat ku syukuri keadaan itu.
Aku sangat suka membaca. Salah satu bacaan
remaja ku adalah majalah remaja islami “Annida”. Aku sering mendengar kata Rohis, yang
akhirnya nanti kutemui di SMA dan tidak
asing bagiku. Mungkin cerpen2 islami dimajalah itu salah satunya yang menjadi
titik balik hijrahku. Aku lulus SMP dengan nilai tertinggi.
Masa Sekolah Menengah Atas (titik
loncatan)
Sekolah favorit pilihan dari guru2 SMP untuk
ku adalah SMA Plus Pekanbaru. Aku dan beberapa teman difasilitasi untuk test,
tapi akhirnya kami semua tidak lulus dalam ujian tertulis. SMA favorit
pilihanku salah satu SMA di pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau, Provinsi dimana
aku tinggal. Tapi bapak tidak memberi izin untuk ku sekolah di Pekanbaru. Bapak
memilihkan untuk ku SMAN 1 Bengkalis yang merupakan SMA favorit di Kabupaten
ku. Aku ini keras kepala. Aku memang menerima saran bapak, tapi dengan
hati dongkol karena aku tidak mungkin ngotot dan tidak bisa juga ngurus sendiri
untuk sekolah ke Pekan baru. Bapak mengantarku ke Bengkalis, salah satu
Kabupaten di Provinsi Riau untuk mendaftarkan ku. Nilai akhir ku tidak jelek2 amat. Menempati
urutan ketiga dari ratusan siswa yang mendaftar. Aku berada diposisi sangat
aman. Tapi aku tidak menikmatinya. Aku masih dongkol. Dan bertambah dongkol
lagi ternyata jarak sekolahku jauuh banget dari rumah bulek, kakak bapak. aku disuruh bapak tinggal dengan bulek. Aku pergi sekolah dengan mengayuh sepeda
dengan jarak tempuh lebih kurang 60 menit.
Berpanas dan berhujan di jalan membuat pigmen kulit gelapku semakin
terekspresi.
Aku memulai studi di SMA dengan niat salah.
Bapak tidak menuruti mau ku, maka aku tidak akan benar2 belajar disini, batin
ku diawal sekolah. Walhasil prestasi SMA ku benar2 jongkok. Kelas 1 tidak dapat
juara sama sekali, mungkin karena aku kualat niat diawal dengan orang tua. Aku tidak menyesal dengan keadaan itu.
Penyesalan itu baru muncul saat sahabat dekatku selalu juara kelas. Aku
berusaha memperbaiki niat sekolah, aku belajar mati2an tapi ternyata aku tidak
pernah mendapatkan 10 besar dalam kelas.
Pelajaran berharga bagi ku tentang pentingnya sebuah niat, sedang aku
udah belajar mati2an pun tidak dapat juara.
Menari masih menjadi hobi ku. Sayangnya ketika ingin melanjutkan hobi
menari, aku tidak diterima disanggar sekolah. Sedih. Ekstrakurikuler lain yang
ingin ku ikuti adalah marching band, tapi ketika aku test untuk ikut grup
Marching band kabupaten yang sebagian besar personilnya diambil dari SMA ku aku
gagal lagi. Aku pun tidak tergabung diorganisasi paling bergengsi disekolah, OSIS. Satu-satunya organisasi sekolah yang aku
ikuti adalah pramuka. Kalau orang orang
bilang masa putih abu abu adalah yang paling indah, bagi ku beneran abu2, gak
jelas. Sedihlah pokoknya. Belakangan
baru aku mengerti saat aku bergabung di organisasi kerohanian islam (Rohis) dan
menjadi salah satu perintis organisasi itu di sekolah ku. semua yang terjadi itu merupakan bukti sayang
Allah kepadaku yang menjauhkan aku dari kehidupan glamor dan hendonis masa
remaja. Titik balik. kelas 1 memasuki kelas 2 semester 1 aku masih belum
berjilbab. Ilmu agama jangan ditanya. Semakin jauh, semakin zero, sangat
menyedihkan. Hingga satu momentum yang membuat diriku berubah total menjadi
seorang yang sangat berarti.
Hijrah.....
Seperti biasa setiap jum’at pagi sekolahku
selalu mengadakan ceramah agama dan yasinan.
Tapi jum’at itu tidak ada ceramah dan yasinan seperti biasa. Acara yang
berbeda. Kata guru bagian kemahasiswaan akan ada perkenalan dengan kakak-kakak
pembina ROHIS. Kata itu tidak asing
ditelinga ku. Spontan saraf otak ku
menampilkan slide gambaran rohis yang pernah aku baca di cerpen-cerpen remaja
islami kalau di rohis itu ada remaja-remaja islami, ngaji, sholeh/ha dan tidak
pacaran. Eneg. Tapi tetap mengikuti agenda dengan perhatian.
Rohis ini organisasi keagamaan yang baru akan
dibentuk di Sekolah ku. Ada 2 pasang
kakak-kakak mahasiswa. Yang cowoknya berwajah teduh dan ada jenggotnya, tipis.
Yang ceweknya cantik dan anggun saat melihatnya. Aku tidak tau mengapa ada
perasaan damai saat aku melihat mereka. Tapi ada satu hal yang membuat kening
ku berkerut, penampilan kakak cewek berdua itu, kok jilbabnya panjang bangeet.
Apa gak gerah? apa gak rempong? Aneh bangeet..masih juga ku membatin. Ending
acara salah seorang kakak mengumumkan saat jam shalat jum’at ada acara
keputrian untuk para siswi. Aku memutuskan untuk mengikuti acara tersebut untuk
menjawab rasa penasaran ku tentang rohis.
Siswi yang hadir di aula sekolah cukup
banyak. aku mencoba menerobos rapatnya
barisan duduk teman temanku yang datang lebih awal dari ku. Aku mencari tempat duduk paling depan dan dekat
dengan sang kakak. Aku memperhatikan
kedua kakak tersebut. Aku terkesima dengan keanggunan mereka berdua. Seperti
bidadari. Selintas fikiran lewat kalau aku ingin seperti mereka. Zeeeg, tiba2
aku tersentak. “Beneran mau pake jilbab
selebar itu???”. Aku mendengar suara yang menghasut, aku kalah “ah ogah pake jilbab, palagi segede itu”.
Acara dimulai dengan perkenalan lebih detil
identitas kedua kakak tersebut. kak novi dan kak lindar. Kak novi mengambil alih acara inti yang lebih
banyak ke ta’aruf panjang dari sang kakak yang menceritakan kisah hidupnya
hingga akhirnya beliau bisa menutup aurat seperti yang aku saksikan
sekarang. Masa-masa SMA beliau ternyata
lebih jahil dari ku, pernah menjadi foto model , pacaran, deelel tapi akhirnya
beliau memilih mendengarkan resah
hatinya untuk taubat saat Allah membuka baginya dan hijrah menjadi seorang
muslimah solehah. Gleg, entah kenapa aku
merasa sangat tersindir dan malu. Bahkan niat untuk menutup auratpun belum ada
hingga hari itu. tapi ada perasaan lain
di hati ku ke kak novi, rasa tak suka diawal seketika berubah jadi cinta. Ya Aku
jatuh cinta pada kakak itu, kakak yang ternyata dikirimkan Allah menjadi sang perantara
hidayah Allah ke seorang remaja bernama efa riana.
Selanjutnya aku selalu menghadiri kajian keputrian
tiap jum’atnya. Materi-materi yang disampaikan sangat memberi pencerahan buat
ku dan ada kalanya menampar-nampar wajahku saat yang ingatkan tentang
kewajiban-kewajiban yang terlalaikan selama ini. Tentang aurat, hijab, hati,
ibadah terutama shalat, tentang biruwalidain, berbuat baik dengan sesama,
tentang Allah dan Rasulnya, tentang perintah berdakwah. Ruhani ku selalu terasa segar setelah pulang
dari pengajian itu. muncul keinginan kuat untuk memperbaiiki diri. Saatnya
tobat nasuha, bisik hatiku. Perlahan aku mulai memperbaiki ibadahku, terutama
shalatku.
Aku masih belum pake jilbab. Kak novi tidak
pernah menyuruhku secara langsung menggunakan jilbab, tapi ku menangkap
keinginan tersirat beliau agar adik-adiknya berhijab, maka seringlah beliau
menyampaikan tentang hijab. Sepertinya
penyampaian kak novi tentang hijab mempengaruhi jiwaku. Aku merasakan keresahan hati karena belum
berhijab hingga saat ini. Aku ingin pake
jilbab, batin ku. Tapi, Dilema yang pasti akan dirasakan siapapun remaja putri
yang berniat memakai hijab dari hati. Yuup benar, batin ku selalu berbisik “kalau pake jilbab apa bisa menjaga
jilbabnya untuk gak dibuka2 lagi? apa udah bisa menjaga ibadah? Gak ninggalin
sholat lagi? apa bisa membatas pergaulan dengan lawan jenis? apa bisa jadi
seorang yang pantas dengan jilbabnya? emang
ada uang buat beli baju-baju panjang dan rok? Entar gak bisa bebas gaya-gayaan
lagi, kuper banget loh kalau pake jilbab dan bla bla bla. Dilema hati untuk berhijab hingga
berbulan- bulan kedepan dengan berbagai pertimbangan. Untuk pertama Ya Rabb tolonglah, rintihku. Suatu kali kami
diajak mengikuti seminar kemuslimahan dikampus kak novi. Tema acaranya tentang hijab dan aurat
wanita.
“ Wanita yang tidak menggukan jilbab itu amal
ibadahnya akan tertangguhkan saat yaumul hisab nanti. Dan hanya orang-orang
yang dipilih Allah yang akan mendapatkan hidayahnya. Apakah aantunna semua
ingin menjadi yang terpilih Allah? Maka putuskanlah” jelas sang uztadzah.
Kata-kata sang usztadzah meresap jauh ke dalam hati ku, seketika sebuah kekutan
dan komitmen muncul untuk berhijab.
bismillah.
****
Hari senin aku langsung berganti kostum putih
abu abu panjang dengan jilbab lebar. Bukan baju baru. Sumbangan dari kakak
sepupu yang dulu saat sekolah menggunakan jilbab. Aku tidak memberi tahu orang
tua ku tentang keputusanku memakai jilbab dan tidak meminta uang tambahan untuk
membeli busana baru. Pagi itu aku berangkat ke sekolah seperti biasa dengan
sahabat dekat ku, yuli. Saat ketemu beliau didepan gang rumah, kuntanggap
siratan wajah kaget beliau, dan disusul jerit tertahan memanggil nama ku
“ fhaaa,,mashaallah...pangling yuli...” aku hanya senyum-senyum mengingat kemaren
berangkat sekolah aku masih memamerkan rambut lurus seekor kuda.
“ yuk kita berangkat” ajakku santai. Sepanjang jalan kami hanya diam disibukkan
dengan fikiran masing-masing. Ini hari
pertama ku berjilbab dengan tampilan jilbab selebar para akhwat, begitu mereka
menyebutnya. Aku tidak berpikir jauh
tentang konsekuensi jilbabku. Yang jelas ku ingin pake jilbab dan itu lebar.
Aku ikut upacara senin seperti biasa. Sengaja mengambil barisan paling depan.
Aku mendengar beberapa temanku menanyakan kehadiranku, terutama genk
belajarku. Entah kenapa aku malas sekali
untuk berpaling kebelakang. Aku mendadak jadi pendiam.
“efa
mana, kok gak kelihatan ya? Apa sakit?” yang bertanya teman cowok segenk
dikelompok belajarku. Kami ada ber 11 orang, 3 cewek salah satunya aku. Diskusi
dalam belajar dan posisi tempat duduk dikelas merupakan faktor yang mendekatkan
kami. Tapi hari itu sepertinya mereka langsung membungkam, diam dengan tatapan
heran ketika berhasil menemui ku setelah
upacara bubar. Ku tangkap tatapan bengong dari wajah mereka, dan spontan ku
menyapa mereka dengan salam “Assalamua’alikum” sedikit ganjil ditelingaku,
apalagi ditelinga mereka. Hal yang baru pertama kali ku lakukan dan aku
terkesan sangat alim -_-. Beberapa saat
aku menunggu respon mereka, tidak ada yang menyambut dengan canda sepeti
biasanya. Hanya diam. Dan aku pun berlalu dari pandangan mereka. Aku tidak menyesal dengan keputusanku
sekalipun mereka akan menjauhi aku nantinya, karena rasa nikmat dan nyaman yang
kurasakan saat ini lebih berarti dari apapun.
Pertama kalinya merasakan hati sangat dekat dengan Allah, berdialog hati
dengan NYA. Aku menikmati suasana itu.
Pulang sekolah ku sempatkan mampir ke rumah
kak novi. Pertama melihatku, beliaupun
tak kalah kagetnya. Aku tidak mengatakan kapan akan menggunakan jilbab kepada
belaiu. Nasehat beliau yang ku ingat
“ Puji Allah yang menitipkan hidayahnya buat
adek. Tapi memang sebaiknya hijrahnya berproses, khawatir futur karena semangat
menggebu diawal. Tapi buktikan ke kakak kalau ucapan kakak gak bener sya dek.
Semoga Allah mengistiqamahkan hati adek untuk berhijab.” Aku hanya diam. Kemudian
senyum sambil berjanji dalam hati dan memohon kepada Allah agar dititpkan
istiqomah.
****
Saat hijrah, aku duduk di semester dua kelas dua SMA. Saat ujian akhir nasional
kelas tiga, sekolah di liburkan. Aku memutuskan pulang kampung. Dari pulau Bengkalis menuju pulau rupat
menggukana ferry express, perjalanan laut ditempuh dua jam. Jilbab lebar, baju blouse, rok panjang dan
kaos kaki sudah menjadi seragam ku.
Pemandangan yang sangat baru bagi keluarga ku saat aku sampai
dirumah. Aku menyalami kedua orangtuaku.
Aku berharap ada ekspresi senang dari keduanya saat melihat perubah anaknya
yang mengggunakan jilbab. Tetapi yang kudapati hanya kalimat “ udah pake jilbab
sekarang”. Lima hari dirumah begitu
asing bagi ku karena aku merasa orang tua tak banyak bicara. Barangkali mereka
mengkhawatirkan aku mengikuti aliran sesat.
Keluarga
ku sangat awam akan pengetahuan agama. Dengan
kondisiku pasca hijrah aku sangat merindukan potret keluarga tarbiyah, minimal
keluarga yang menjalankan syari’at dengan baik.
tapi inilah yang harus ku terima, terlahir dari keluarga yang tidak
begitu agamis. Akhirnya aku berpikir jika aku tidak mendapatkan tauladan di
keluarga maka aku yang akan menjadi keluarga.
Disetiap momen berusaha berlaku sebaik mungkin, memperlihatkan teladan
muslim yang bisa dijalani semampunya kepada orang tua dan adik-adik ku. Aku
syukur keadaan ini walaupun tidak menjadi bagian dari keluarga dakwah dan tidak
totalitas dalam mendukung dakwah, setidaknya tidak menentang atau atau
menghalangi ku beridentitas tarbiiyah dan masih menghormati afiliasiku. Dakwah
keluarga adalah proyek sepanjang hidup walau hampir lebih 8 tahun aku mengenal
dakwah, aku belum mampu menjadi sang perantara hidayah buat adik-adikku
khususnya untuk berhijrah mengenal islam lebih dalam L..semoga suatu saat nanti Allah menitipkan
hidayah kepada adik-adikku dan juga orang tuaku melalui sang perantara yang
dipilih Allah.
****
Hari selasa subuh ini sebelum berangkat
kesekolah aku kebagian giliran mengantarkan bulek ke pasar. Subuh selasa itu
aku keluar gak pake jilbab pemirsa (T.T paraah beuud). Awalnya tenang aja, tapi pas mau pake jilbab
ke sekolah paginya hati langsung sangaat merasa bersalah, dan terasa sangat
munafik. Nangis-nangis bombay mohon ampun ke Allah berjanji tidak mengulanginya
lagi dan benar-benar menjaga aurat ku seperti perintahnya di annur:31, dan
sejak waktu itu hingga sampai hari ini aku tidak pernah lagi buka jilbab (semua
karena Allah). Sejak kenal para ikhwah di Rohis, aku baru merasa hidup sangat
berguna dan berarti, ibadah menjadi jauh lebih baik, sakinah dihati dan
perasaan sangaat dekat dengan Allah yang tak pernah aku rasa sebelumnya. Jadilah aku seorang ADS yang cukup
aktif. Semuanya dibimbing oleh kak novi
sebagai mentorku. Dan ketika masuk kuliah aku menjadi ‘ADK siap pakai’. Setelah
tamat sekolah baru aku memahami kenapa dulu Allah tidak memberikan aku
kesempatan untuk ikut ekskul sanggar tari dan marching band. DIA yang maha
sempurna telah mengatur jalan hijrah ku dan DIA memberikan aku kesempatan
merasakan semakin dekat denganNYA. Terimakasih ya Rabb.
Masa Kuliah Strata Satu
Kembali bapak berharap untuk aku bisa
masuk ke jenjang pendidikan yang terbaik.
Impianku untuk melanjutkan studi di kampus pilihan ku di IPB tak di
restui. Padahal waktu itu ada mahasiswa undangan dari kampus pertanian
termasyur itu dan tak ada salahnya ku mencoba. Beliau ingin aku beliau ingin
aku belajarnya masih di Riau. Alasannya
terlalu jauh jika harus belajar ketanah Jawa.
Kali ini aku memilih mendengarkan bapak dengan hati nerimo.
Persaingan
untuk bisa masuk kampus negeri bukan hal yang mudah, terlebih lulus dengan
jalur masuk SPMB (dimasaku) dengan pilihan yang sesuai dengan minat. Tapi aku bertekad, aku pasti bisa lulus di
jalur SPMB. Satu-satunya jalur murni yang bisa ku ikuti dan berkompetisi dengan
peserta lainnya secara adil. Bapak pernah
menawari untuk masuk jalur khusus berbayar dengan SPP yang cukup mahal jika aku
tidak lulus. Ku tolak ide bapak secara
halus dan aku katakan aku pasti bisa masuk Universitas Riau melalui jalur SPMB
lulus dengan minatku pilihan pertama Biologi. Tekad sudah bulat, pilihan sudah dibuat, langkah
yang bisa dilakukan saat ini adalah ikhtiar maksimal sampai mentok. Berpisah lagi dengan orang tua untuk
mempejuangn mimpi di Ibukota Provinsi.
Pertama kalinya menginjakkan kaki di kota bertuah ini tanpa diantar orang
tua. Mengikhtiarkan sesuatunya sendiri.
Orang tua ku terlalu percaya dengan kemandirianku dan akupun meyakinkan
mereka dengan sangat kalau aku bisa melakukannya.
Lulus SMA aku langsung ke Pekanbaru kota
bertuah untuk mendaftar di Bimbingan Belajar Ganesha operation. Jarak yang cukup jauh ku tempuh dari kosant
menuju tempat belajar. Sebelum matahari
naik ke peraduannya kami telah berkejaran dengan waktu agar tidak telat di
kelas. Pulang hampir sering sore. Ini aku lakoni selama sebulan. Saatnya jadwal SMPB tiba pada akhir agustus
2006.
Dengan bismillah ku maksimalkan ikhtiar
terakhir dan pasrah mengerjakan soal. Masa menunggu pengumuman cukup lama dan
selama itu kegalauan menghampiri ku. Bagaimana jika aku tidak lulus di
Universitas Negeri itu? Bagimana? Bagaimana?.
Setiap yang lewat dan yang bertanya tentang hasil test SPMB kebanyakan
selalu mengatakan “Inshaallah lulus itu” dan aku selalu mengaminkan dengan
penuh harap. Dan aku lulus ^_^.
Menjadi mahasiswa baru menyenangkan.
Alhamdullak aku bukan termasuk mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang), atau
kura-kura (kuliah-rapat). Cukup banyak peran
yang kumainkan selain hanya menjadi mahasiswa. Aku aktif sebagai aktivis
organisasi dikampus mulai dari tingkat HIMA, BEM fakultas, hingga BEM
Universitas, ikut aksi sana sini, ikut lembaga akivis lingkungan. Semangat
berkompetisi ilmiah, menulis, mapres. Mencoba belajar wirausaha mulai dari ternak
mencit buat suplay hewan pecobaan, buka pesanan kue, buat cafe jamur bareng
teman-teman, jadi distributor jamur, kerja di rumah makan saat liburan semester
pendek, kuliah sambil kerja ngajar les dan privat, aktif di lembaga training,
kepanduan, ngisi siaran di TV lokal, jadi instruktur senam PKS. Ah banyak
deh...ini baru dunia yang penuh warna dan mengesankan menurutku. Suka duka jadi
mahasiswa sarjana emang luar biasa pokoknya. Terlebih menjalani penelitian yang
berliku. Semester 7 jalani penelitian,
sampai nginap 10 hari dihutan rawa gambut virgin ditemani pada hewan liar dan
makhluk dunia lain , yang katanya kami manusia pertama menjejakkan kaki kesana,
di Cagar Biosfer GSK-BB Riau yang baru dibentuk saat itu dengan pembimbung
kandidat doktor di Kyoto University, eh ternyata ditengah jalan Kajur meminta aku
dan temanku mengganti penelitian tersebut dengan alasan bahwa dosen dengan
status sedang sekolah tidak boleh membimbing. Saat itu sudah masuk semester
8. Karena khawatir ada apa2 dengan studi
aku pun meninggalkan penelitian tersebut dan memulai semuanya dari nol.
Penelitian baru ternyata tak semulus yang
dibayangkan dan tidak lebih mudah dari sebelumnya. Dosen yang super sibuk, dana untuk analisis molekuler
yang ditanggung sendiri, teman-teman angkatan yang sebagian besar sudah pada
lulus. Akhirnya masa studi S1 dilewati
selama lima tahun. Hiks. Ternyata emang ini yang terbaik karena setelah itu
perjalanan menempuh S2 dimudahkan.
Masa Kuliah Strata Dua
Cita-cita melanjutkan S2 telah terlintah
bahkan sebelum aku masuk S1. Allah yang menuntun jalan ini begitu indah. Bersitan fikiran masa depan yang terlintas
dikepala kita bisa jadi itu adlah takdir yang harus kita jalani. Bisa dengan diberikanNYa
jalan setelah kita ikhtiar atau sebelum kita mengikhtiarkannya sama
sekali. Dari kecil aku sangat suka
dengan alam dan mengamatinya. Mata
pelajaran favoritku adalah Biologi, mau gurunya killer atau baik tak mengurangi
cinta ku pada Biology. Cita-cita si efa kecil ingin menjadi dosen. Cita-cita
itu terus hadir hingga jalannya sudah sangat jelas saat ini.
Tipikal anak yang aktif, aku selalu mencari
informasi-informasi studi s2 baik dalam dan luar negeri. Tekad yang sama dengan
awal kuliah s1, kuliah s2 ini aku tidak akan menyusahkan orang tua. Seacrhing beasiswa S2 mengantarkan pada
informasi BU dikti, yang ketika aku mencoba mengadu nasib menjadi salah satu
yang menerimanya. Dilema mahasiswa pasca
sarjana menghampiriku. Antara dua pilihan menikah atau lanjut kuliah. Akhirnya kedua prosposal yang ku
ikhtiarkan. Ke Murobbi dan ke Dikti
dengan keyakinan apapun hasilnya Allah takkan pernah salah memilih, sekalipun pada
saat itu aku sangat ingin menikah.
Ternyata Allah memilihkan dan memudahkan segala urusanku untuk lanjut S2
sedang proposal satunya lagi entah kemana kini ^^.
Kuliah S2 bagi ku lebih dari sekedar menjalani
aktivitas perkuliahan di kelas, mengerjakan tugas, ujian, dapat nilai,
penelitian. Kuliah S2 yang kurasakan ini
lebih kepada tempaan universitas kehidupan, tempaan kematangan pribadi dan
ruhiyah menjadi muslim kaffah. Dan aku merasakan ada nuansa ruh yang berbeda.
Lebih baik dan lebih dekat denganNYa, dipertemukan dengan teman dan sahabat
yang menyempurnakan pembelajaran kehidupanku.
Ketika keluar pengumuman lulus dan keterima S2
di IPB, aku sujud syukur. Terlintas keinginan saat SMA yang terjadi baru Allah
kabulkan saat S2. Ini menambah keyakinan hati kepada sang Rabb bahwa Dialah
sebaik-baik pembuat rencana. Sebelum
berangkat, aku membulatkan tekad dan hati bahwa benar-benar ingin kuliah, study
oriented dan melupakan sementara keinginan untuk menikah. Target diawal ku
tulis di note harian ku :
1. Semester 1 nyari pembimbing, profesor
2. Semester 2 penelitian, semester 3 publish
jurnal
3. Hafal qu’an minimal 3 juz, starteri nyari guru
4. Kompetisi menulis
Dari target yang ada semuanya Allah yang
menunjukkan jalan yang tinggal ku jalani tanpa repot-repot ku berfikir
bagaimana cara mencapainya. Semakin yakin ini jalan terbaik. Yang sangat berkesan bagiku adalah proses ku
bersama alqur’an. Aku termasuk salah
satu yang tidak begitu dekat dengan alqur’an untuk tilawah 1 juz perminggu pun
sangat susah, ditambah bacaan yang berantakan.
Ketika ku niatkan untuk memperbaiki interaksiku dengan alqur’an dengan
mencoba mencari guru ngaji, tak sengaja aku ketemu senior yang di tinggal di
Rumah Qur’an IPB dan menawari ku untuk tinggal disana, dan pada saat itu aku
pun sedang mencari kost-kostan. Allahuakbar rencanNYa emang luar biasa. Aku merasa jauh lebih baik dari sebelumnya,
terlebih saat Allahpun memudahkan jalanku untuk berguru ke Aa Gym (walau tak
secara langsung) sehingga aku mengenalNYA dan selalu ingin berma’rifat
padaNYA.
Jika
boleh jujur, aku sangat menyesal kenapa dulu tidak dimasukkan orang tua ke
pesantren sehingga bisa lebih banyak tahu tentang syari’at agama, minimal hafal
1 juz alqur’an dan tau bahasa arab. Sangat
iri melihat teman-teman yang ditemui cerdas, sholeh/ah, hafizd/ah qur’an. Semoga allah menerima proses ku menuju perbaikan
diri yang lebih baik dan mengabulkan doa ku mempertemukan aku dengan seorang
yang sholeh muslih dan menjadi guru permanen yang banyak mengajariku tentangNYA
sehingga orientasi totalitas hanya pada dan untuk Allah. Tidak ada yang
lain.
Perjalanan spiritual yang luar biasa
dengan tempaan kondisi ruhiyah yang cukup dahsyat membawa ku memahami makna
kehidupan ini. Tidak ada yang lebih
penting dari Allah. Ikhtiar kita dalam
mencapai sesuatu hakikatnya bukan pada ikhtiar itu sendiri atau keinginan kita
yang harus dipenuhi tapi lebih kepada memahami kerja Allah, memahami kehendak
Allah, mendamaikan hati bersama Allah, dan segalaNYa Allah. Hingga apapun yang dihadapkan didepan sana
akan anteng saja menjalani, karena yang di takutkan hanyalah tidak bisa bertemu
Allah diyaumul akhir nanti. segalaNYA Allah dan semuany sangat sulit dideskripsikan
dengan tulisan. Karena Allah menuntun
langkah ini hingga ke sini. di jalan dakwah ini. Satu hal yang sangat dinanti adalah datangnya
kematian dan waktu perjumpaan dengan Allah.
Semoga Allah berkenan memberi rahmatNYa kepada kita.