Seperti biasa setiap jum’at pagi sekolahku
selalu mengadakan ceramah agama dan yasinan.
Tapi jum’at itu tidak ada ceramah dan yasinan seperti biasa. Acara yang
berbeda. Kata guru bagian kemahasiswaan akan ada perkenalan dengan kakak-kakak
pembina ROHIS. Kata itu tidak asing
ditelinga ku. Spontan saraf otak ku
menampilkan slide gambaran rohis yang pernah aku baca di cerpen-cerpen remaja
islami kalau di rohis itu ada remaja-remaja islami, ngaji, sholeh/ha dan tidak
pacaran. Eneg. Tapi tetap mengikuti agenda dengan perhatian.
Rohis ini organisasi keagamaan yang baru akan
dibentuk di Sekolah ku. Ada 2 pasang
kakak-kakak mahasiswa. Yang cowoknya berwajah teduh dan ada jenggotnya, tipis.
Yang ceweknya cantik dan anggun saat melihatnya. Aku tidak tau mengapa ada
perasaan damai saat aku melihat mereka. Tapi ada satu hal yang membuat kening
ku berkerut, penampilan kakak cewek berdua itu, kok jilbabnya panjang bangeet.
Apa gak gerah? apa gak rempong? Aneh bangeet..masih juga ku membatin. Ending
acara salah seorang kakak mengumumkan saat jam shalat jum’at ada acara
keputrian untuk para siswi. Aku memutuskan untuk mengikuti acara tersebut untuk
menjawab rasa penasaran ku tentang rohis.
Siswi yang hadir di aula sekolah cukup
banyak. aku mencoba menerobos rapatnya
barisan duduk teman temanku yang datang lebih awal dari ku. Aku mencari tempat duduk paling depan dan dekat
dengan sang kakak. Aku memperhatikan
kedua kakak tersebut. Aku terkesima dengan keanggunan mereka berdua. Seperti
bidadari. Selintas fikiran lewat kalau aku ingin seperti mereka. Zeeeg, tiba2
aku tersentak. “Beneran mau pake jilbab
selebar itu???”. Aku mendengar suara yang menghasut, aku kalah “ah ogah pake jilbab, palagi segede itu”.
Acara dimulai dengan perkenalan lebih detil
identitas kedua kakak tersebut. kak novi dan kak lindar. Kak novi mengambil alih acara inti yang lebih
banyak ke ta’aruf panjang dari sang kakak yang menceritakan kisah hidupnya
hingga akhirnya beliau bisa menutup aurat seperti yang aku saksikan
sekarang. Masa-masa SMA beliau ternyata
lebih jahil dari ku, pernah menjadi foto model , pacaran, deelel tapi akhirnya
beliau memilih mendengarkan resah
hatinya untuk taubat saat Allah membuka baginya dan hijrah menjadi seorang
muslimah solehah. Gleg, entah kenapa aku
merasa sangat tersindir dan malu. Bahkan niat untuk menutup auratpun belum ada
hingga hari itu. tapi ada perasaan lain
di hati ku ke kak novi, rasa tak suka diawal seketika berubah jadi cinta. Ya Aku
jatuh cinta pada kakak itu, kakak yang ternyata dikirimkan Allah menjadi sang perantara
hidayah Allah ke seorang remaja bernama efa riana.
Selanjutnya aku selalu menghadiri kajian keputrian
tiap jum’atnya. Materi-materi yang disampaikan sangat memberi pencerahan buat
ku dan ada kalanya menampar-nampar wajahku saat yang ingatkan tentang
kewajiban-kewajiban yang terlalaikan selama ini. Tentang aurat, hijab, hati,
ibadah terutama shalat, tentang biruwalidain, berbuat baik dengan sesama,
tentang Allah dan Rasulnya, tentang perintah berdakwah. Ruhani ku selalu terasa segar setelah pulang
dari pengajian itu. muncul keinginan kuat untuk memperbaiiki diri. Saatnya
tobat nasuha, bisik hatiku. Perlahan aku mulai memperbaiki ibadahku, terutama
shalatku.
Aku masih belum pake jilbab. Kak novi tidak
pernah menyuruhku secara langsung menggunakan jilbab, tapi ku menangkap
keinginan tersirat beliau agar adik-adiknya berhijab, maka seringlah beliau
menyampaikan tentang hijab. Sepertinya
penyampaian kak novi tentang hijab mempengaruhi jiwaku. Aku merasakan keresahan hati karena belum
berhijab hingga saat ini. Aku ingin pake
jilbab, batin ku. Tapi, Dilema yang pasti akan dirasakan siapapun remaja putri
yang berniat memakai hijab dari hati. Yuup benar, batin ku selalu berbisik “kalau pake jilbab apa bisa menjaga
jilbabnya untuk gak dibuka2 lagi? apa udah bisa menjaga ibadah? Gak ninggalin
sholat lagi? apa bisa membatas pergaulan dengan lawan jenis? apa bisa jadi
seorang yang pantas dengan jilbabnya? emang
ada uang buat beli baju-baju panjang dan rok? Entar gak bisa bebas gaya-gayaan
lagi, kuper banget loh kalau pake jilbab dan bla bla bla. Dilema hati untuk berhijab hingga
berbulan- bulan kedepan dengan berbagai pertimbangan. Untuk pertama Ya Rabb tolonglah, rintihku. Suatu kali kami
diajak mengikuti seminar kemuslimahan dikampus kak novi. Tema acaranya tentang hijab dan aurat
wanita.
“ Wanita yang tidak menggukan jilbab itu amal
ibadahnya akan tertangguhkan saat yaumul hisab nanti. Dan hanya orang-orang
yang dipilih Allah yang akan mendapatkan hidayahnya. Apakah aantunna semua
ingin menjadi yang terpilih Allah? Maka putuskanlah” jelas sang uztadzah.
Kata-kata sang usztadzah meresap jauh ke dalam hati ku, seketika sebuah kekutan
dan komitmen muncul untuk berhijab.
bismillah.
****
Hari senin aku langsung berganti kostum putih
abu abu panjang dengan jilbab lebar. Bukan baju baru. Sumbangan dari kakak
sepupu yang dulu saat sekolah menggunakan jilbab. Aku tidak memberi tahu orang
tua ku tentang keputusanku memakai jilbab dan tidak meminta uang tambahan untuk
membeli busana baru. Pagi itu aku berangkat ke sekolah seperti biasa dengan
sahabat dekat ku, yuli. Saat ketemu beliau didepan gang rumah, kuntanggap
siratan wajah kaget beliau, dan disusul jerit tertahan memanggil nama ku
“ fhaaa,,mashaallah...pangling yuli...” aku hanya senyum-senyum mengingat kemaren
berangkat sekolah aku masih memamerkan rambut lurus seekor kuda.
“ yuk kita berangkat” ajakku santai. Sepanjang jalan kami hanya diam disibukkan
dengan fikiran masing-masing. Ini hari
pertama ku berjilbab dengan tampilan jilbab selebar para akhwat, begitu mereka
menyebutnya. Aku tidak berpikir jauh
tentang konsekuensi jilbabku. Yang jelas ku ingin pake jilbab dan itu lebar.
Aku ikut upacara senin seperti biasa. Sengaja mengambil barisan paling depan.
Aku mendengar beberapa temanku menanyakan kehadiranku, terutama genk
belajarku. Entah kenapa aku malas sekali
untuk berpaling kebelakang. Aku mendadak jadi pendiam.
“efa
mana, kok gak kelihatan ya? Apa sakit?” yang bertanya teman cowok segenk
dikelompok belajarku. Kami ada ber 11 orang, 3 cewek salah satunya aku. Diskusi
dalam belajar dan posisi tempat duduk dikelas merupakan faktor yang mendekatkan
kami. Tapi hari itu sepertinya mereka langsung membungkam, diam dengan tatapan
heran ketika berhasil menemui ku setelah
upacara bubar. Ku tangkap tatapan bengong dari wajah mereka, dan spontan ku
menyapa mereka dengan salam “Assalamua’alikum” sedikit ganjil ditelingaku,
apalagi ditelinga mereka. Hal yang baru pertama kali ku lakukan dan aku
terkesan sangat alim -_-. Beberapa saat
aku menunggu respon mereka, tidak ada yang menyambut dengan canda sepeti
biasanya. Hanya diam. Dan aku pun berlalu dari pandangan mereka. Aku tidak menyesal dengan keputusanku
sekalipun mereka akan menjauhi aku nantinya, karena rasa nikmat dan nyaman yang
kurasakan saat ini lebih berarti dari apapun.
Pertama kalinya merasakan hati sangat dekat dengan Allah, berdialog hati
dengan NYA. Aku menikmati suasana itu.
Pulang sekolah ku sempatkan mampir ke rumah
kak novi. Pertama melihatku, beliaupun
tak kalah kagetnya. Aku tidak mengatakan kapan akan menggunakan jilbab kepada
belaiu. Nasehat beliau yang ku ingat
“ Puji Allah yang menitipkan hidayahnya buat
adek. Tapi memang sebaiknya hijrahnya berproses, khawatir futur karena semangat
menggebu diawal. Tapi buktikan ke kakak kalau ucapan kakak gak bener sya dek.
Semoga Allah mengistiqamahkan hati adek untuk berhijab.” Aku hanya diam. Kemudian
senyum sambil berjanji dalam hati dan memohon kepada Allah agar dititpkan
istiqomah.
****
Saat hijrah, aku duduk di semester dua kelas dua SMA. Saat ujian akhir nasional
kelas tiga, sekolah di liburkan. Aku memutuskan pulang kampung. Dari pulau Bengkalis menuju pulau rupat
menggukana ferry express, perjalanan laut ditempuh dua jam. Jilbab lebar, baju blouse, rok panjang dan
kaos kaki sudah menjadi seragam ku.
Pemandangan yang sangat baru bagi keluarga ku saat aku sampai dirumah. Aku menyalami kedua orangtuaku. Aku berharap
ada ekspresi senang dari keduanya saat melihat perubah anaknya yang
mengggunakan jilbab. Tetapi yang kudapati hanya kalimat “ udah pake jilbab
sekarang”. Lima hari dirumah begitu
asing bagi ku karena aku merasa orang tua tak banyak bicara. Barangkali mereka
mengkhawatirkan aku mengikuti aliran sesat.
Keluarga
ku sangat awam akan pengetahuan agama. Dengan
kondisiku pasca hijrah aku sangat merindukan potret keluarga tarbiyah, minimal
keluarga yang menjalankan syari’at dengan baik.
tapi inilah yang harus ku terima, terlahir dari keluarga yang tidak
begitu agamis. Akhirnya aku berpikir jika aku tidak mendapatkan tauladan di
keluarga maka aku yang akan menjadi keluarga.
Disetiap momen berusaha berlaku sebaik mungkin, memperlihatkan teladan
muslim yang bisa dijalani semampunya kepada orang tua dan adik-adik ku. Aku
syukur keadaan ini walaupun tidak menjadi bagian dari keluarga dakwah dan tidak
totalitas dalam mendukung dakwah, setidaknya tidak menentang atau atau
menghalangi ku beridentitas tarbiiyah dan masih menghormati afiliasiku. Dakwah
keluarga adalah proyek sepanjang hidup walau hampir lebih 8 tahun aku mengenal
dakwah, aku belum mampu menjadi sang perantara hidayah buat adik-adikku
khususnya untuk berhijrah mengenal islam lebih dalam L..semoga suatu saat nanti Allah menitipkan
hidayah kepada adik-adikku dan juga orang tuaku melalui sang perantara yang
dipilih Allah.
****
Hari selasa subuh ini sebelum berangkat
kesekolah aku kebagian giliran mengantarkan bulek ke pasar. Subuh selasa itu
aku keluar gak pake jilbab pemirsa (T.T paraah beuud). Awalnya tenang aja, tapi pas mau pake jilbab
ke sekolah paginya hati langsung sangaat merasa bersalah, dan terasa sangat
munafik. Nangis-nangis bombay mohon ampun ke Allah berjanji tidak mengulanginya
lagi dan benar-benar menjaga aurat ku seperti perintahnya di annur:31, dan
sejak waktu itu hingga sampai hari ini aku tidak pernah lagi buka jilbab (semua
karena Allah). Sejak kenal para ikhwah di Rohis, aku baru merasa hidup sangat
berguna dan berarti, ibadah menjadi jauh lebih baik, sakinah dihati dan
perasaan sangaat dekat dengan Allah yang tak pernah aku rasa sebelumnya. Jadilah aku seorang ADS yang cukup
aktif. Semuanya dibimbing oleh kak novi
sebagai mentorku. Dan ketika masuk kuliah aku menjadi ‘ADK siap pakai’. Setelah
tamat sekolah baru aku memahami kenapa dulu Allah tidak memberikan aku
kesempatan untuk ikut ekskul sanggar tari dan marching band. DIA yang maha
sempurna telah mengatur jalan hijrah ku dan DIA memberikan aku kesempatan
merasakan semakin dekat denganNYA. Terimakasih ya Rabb.
Bengkalis 2006
"Titik Loncatan Hidupku"