By: 8 Squader, Shaiful Khair
Sebuah analogi, prematur. Aku memang prematur. Polos dan tak banyak penuh warna. Kesan
pertama melihatku mungkin adalah seorang cuek. Tidak banyak bicara,
apalagi bertanya. Hari berganti, jiwa di kampus terlalu usang hanya untuk
kuliah. Terlalu rindu atau apapun rasanya, ingin berorganisasi. Ada satu organisasi di IPB yang mungkin sejalan dengan pola pikirku, singkatnya yah
ternyata kesannya sama, tidak jauh dengan yang pernah ku ikuti saat S1, hambar
karena aku. Aku yang tidak mendapatkan rasa apa-apa, rasa untuk giat bekerja,
rasa diamanahi dan mempertanggungjawabkannya. Akhirnya, keluar dengan dosa yang
takutnya bakal dihisab di akhirat nanti.
Selang beberapa waktu kemudian, ada sebuah lembaga yang baru berdiri.
Bersanding disamping FW (red: Forum Wacana IPB). Prematur..katanya sih, mungkin
seperti aku, tapi aku tidak menanggapinya seperti itu. Benar-benar diluar
dugaan, aksi tiap minggu yang menggebu, ternyata mempunyai daya saing yang
tinggi untuk menjadikannya kokoh di IPB, bersama FW yang telah lama menang
mutlak dalam kancah organisasi legal kampus.
Ada yang unik. Aku terjerembab masuk ke dalam organisasi ini. Tak ada niat sedikitpun untuk “stay fixed” seperti ini: Jiwa dan raga. Berawal dari ada yg datang menghampiri untuk dijadikan operator. Jlebb..posisi yang menurut ku adalah yang biasa aky tempati, dimanapun acaranya. Kenapa? saat di kampus waktu S1 dulu sering dijadikan “operator” tunggal untuk memperbaiki laptop dosen-dosen yang sedang bermasalah, sampai ke masalah teknis LCD dan sebagainya. Tangan dingin. Freeze.
Ada yang unik. Aku terjerembab masuk ke dalam organisasi ini. Tak ada niat sedikitpun untuk “stay fixed” seperti ini: Jiwa dan raga. Berawal dari ada yg datang menghampiri untuk dijadikan operator. Jlebb..posisi yang menurut ku adalah yang biasa aky tempati, dimanapun acaranya. Kenapa? saat di kampus waktu S1 dulu sering dijadikan “operator” tunggal untuk memperbaiki laptop dosen-dosen yang sedang bermasalah, sampai ke masalah teknis LCD dan sebagainya. Tangan dingin. Freeze.
Awalnya, operator itu saya istilahkan sebagai freelance job, dimana di dalam
pikiran saya, setelah selesai kegiatan launching BSC (red: Bogor Science Club)
saya menjadi mahasiswa bebas lagi, Tak terikat dengan kegiatan BSC lagi. Namun,
ada yang menarik, seolah hati ini tergerak untuk bergabung dan membesarkan
lembaga ini. Ketika rapat sore itu, rapat persiapan kegiatan besar berikutnya, aku diminta untuk bergabung, menjadi bagian kecil dari lembaga ini. Tak apa,
meskipun polos, tapi aku sudah mengenal mereka di dalam satu departemen aku ,
seperti saudara sendiri. Jadi aku gampang menyesuaikan. Akhirnya pun aku
resmi menjadi salah satu anggota BSC. ( benerin rambut dulu)
Singkat cerita, ternyata di dalam BSC itu sendiri ada yang disebut “SQUAD”. Kayak merk air mineral. (Yang ini jelas bercanda). aku juga terpeleset jatuh kesana, memang sengaja dijatuhkan. Berawal dari makan bareng, ternyata hati-hati kami begitu cepat sefrekuensi. Bahasa yang lagi tenar setelah nonton film Ainun dan Habibi. Ini dari yang biasa, saya ternyata bisa berteman lebih banyak juga. Semenjak di bogor, perasaan tidak pernah berteman, yang dikenal cukup baik, yaitu satu orang. Huft, dasar, milah-milah, tapi memang kayaknya sifat dasar saya seperti itu, tak mudah dekat dengan orang lain.
Keren, aku mempunyai banyak pengingat dikala menjauh dari Allah. Aku lebih banyak disibukkan dengan masalah internal dan paling prinsip di BSC. Bayangkan, seprematur ini, amanahnya… banyak. Kesan pertama adalah ternyata squad hampir dominan di waktu-waktu ku. Mereka begitu dekat, ternyata bukan satu frekuensi lagi, tapi setubuh. Ini yang saya rasakan. Senang, bahagia, tak selamanya. Jelas onak berduri harus dilewati sebagai bahan ujian, membuktikan apakah tubuh ini kuat, atau lemah dan terhempas. Masalah bermunculan, Ujian datang. Banyak pembicaraan antara satu sama lain, banyaknya miskomunikasi, sampai ada yang ingin keluar dari squad. Ini bahan ujiannya, kata Allah. Allah mau lihat, sampai mana sih tubuh squad bertahan. Jika ini bahan ujian, seharusnya dikerjakan, dihadapi, bukan diam, apalagi lari.
Singkat cerita, ternyata di dalam BSC itu sendiri ada yang disebut “SQUAD”. Kayak merk air mineral. (Yang ini jelas bercanda). aku juga terpeleset jatuh kesana, memang sengaja dijatuhkan. Berawal dari makan bareng, ternyata hati-hati kami begitu cepat sefrekuensi. Bahasa yang lagi tenar setelah nonton film Ainun dan Habibi. Ini dari yang biasa, saya ternyata bisa berteman lebih banyak juga. Semenjak di bogor, perasaan tidak pernah berteman, yang dikenal cukup baik, yaitu satu orang. Huft, dasar, milah-milah, tapi memang kayaknya sifat dasar saya seperti itu, tak mudah dekat dengan orang lain.
Keren, aku mempunyai banyak pengingat dikala menjauh dari Allah. Aku lebih banyak disibukkan dengan masalah internal dan paling prinsip di BSC. Bayangkan, seprematur ini, amanahnya… banyak. Kesan pertama adalah ternyata squad hampir dominan di waktu-waktu ku. Mereka begitu dekat, ternyata bukan satu frekuensi lagi, tapi setubuh. Ini yang saya rasakan. Senang, bahagia, tak selamanya. Jelas onak berduri harus dilewati sebagai bahan ujian, membuktikan apakah tubuh ini kuat, atau lemah dan terhempas. Masalah bermunculan, Ujian datang. Banyak pembicaraan antara satu sama lain, banyaknya miskomunikasi, sampai ada yang ingin keluar dari squad. Ini bahan ujiannya, kata Allah. Allah mau lihat, sampai mana sih tubuh squad bertahan. Jika ini bahan ujian, seharusnya dikerjakan, dihadapi, bukan diam, apalagi lari.
Asumsi saya bukan sefrekuensi
tadi yah, tapi seperti tubuh. Bagian-bagian tubuh. Si fulan mata, si fulanah
kaki, dan sebagainya. Bayangkan satu saja bagian tubuh yang hilang. Stres lah
tubuh. Tidak terkoordinir, diluar kebiasaan, yang terbiasa melihat, jadi gelap.
Yang terbiasa mendengar, menjadi sunyi. Tak maulah dibuat seperti itu. Padahal,
bagian-bagian tubuh ini masih bisa berkoordinasi dan menghadapi aral terjal
bersama. (Sempat menatap kursor karena bingung nulis lanjutannya). Ya, jujur,
saya telah jatuh hati, jatuh ke dalam pelukan mereka. Haah, jika sudah bisa
buat mata saya berkaca, itu adalah indikator sudah sehati dengan saya. Ternyata
ia ding (red: ji, mi, atau sejenisnya), merasa tak stabil, ada anggota squad
yang ingin keluar, ada yang keliahatan slow, eksklusif, dan ada yang menyatakan
perang terang-terangan. Ada yang stay cool, seolah tak terjadi apa-apa, dan ada
yang super sensitif namun optimis, dan ada yang bingung-bingung sendiri, apa
yang terjadi. (Penilaian subyektif, tak terkontrol, dan jangan di dengar).
Lalu, apa endingnya ini? Tidak jelas, berantakan. Ceritanya maggarambang. Kata salah seorang anggota squad dalam tulisan-tulisan terakhir (La Taghdob). Ketika semua memanas, ada yang menyebutnya klimaks, ada tidak diantara kita yang pernah saling mendoakan diantara sujud-sujud kita? Jika belum, mungkin itu penyebabnya. Meremahkan kekuatan doa, meremehkan bait-bait peminta kepada sang khalik untuk merekatkan hati-hati kita yang ingin menjauh.
Allahumma innaka ta'lamu anna hadzihil qulub,
qadijtama'at 'alaa mahabbatik,
wal taqat 'alaa tha'atik,
wa tawahhadat 'alaa da'watik,
wa ta ahadat ala nashrati syari'atik.
Fa watsiqillahumma rabithataha,
Fa watsiqillahumma rabithataha,
Fa watsiqillahumma rabithataha,
wa adim wuddaha,
wahdiha subuulaha,
wamla'ha binuurikal ladzi laa yakhbu,
wasy-syrah shuduroha bi faidil imaanibik,
wa jami' lit-tawakkuli 'alaik,
wa ahyiha bi ma'rifatik,
wa amitha 'alaa syahaadati fii sabiilik...
Innaka ni'mal maula wa ni'man nashiir.
Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati kami ini,
telah berkumpul karena cinta-Mu,
dan berjumpa dalam ketaatan pada-Mu,
dan bersatu dalam dakwah-Mu,
dan berpadu dalam membela syariat-Mu.
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
dan kekalkanlah cintanya,
dan tunjukkanlah jalannya,
dan penuhilah ia dengan cahaya yang tiada redup,
dan lapangkanlah dada-dada dengan iman yang berlimpah kepada-Mu,
dan indahnya takwa kepada-Mu,
dan hidupkan ia dengan ma'rifat-Mu,
dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
Doa ini sebagai penutup salah satu anggota primitif squad, yang ingin melihat hati-hati saudara-saudarinya tak menjauh, apalagi sampai memisahkan diri. Saya mengandalkan do’a, karena setahu saya, bendungan logika dan rasa macet total. Tinggal berserah kepada Allah. Mudah-mudahan Allah mendengar doa ini, doa yang dilantunkan bukan saya saja (harapannya sih anggota squad yang lain), karena semakin banyak yang meminta akan hal yang sama, maka Allah akan semakin memperjelas dan mengabulkan doa doa kita dalam berbagai cara.
Saya mencintai kalian karena Allah.
(Saiful Khair, senja sore)
Lalu, apa endingnya ini? Tidak jelas, berantakan. Ceritanya maggarambang. Kata salah seorang anggota squad dalam tulisan-tulisan terakhir (La Taghdob). Ketika semua memanas, ada yang menyebutnya klimaks, ada tidak diantara kita yang pernah saling mendoakan diantara sujud-sujud kita? Jika belum, mungkin itu penyebabnya. Meremahkan kekuatan doa, meremehkan bait-bait peminta kepada sang khalik untuk merekatkan hati-hati kita yang ingin menjauh.
Allahumma innaka ta'lamu anna hadzihil qulub,
qadijtama'at 'alaa mahabbatik,
wal taqat 'alaa tha'atik,
wa tawahhadat 'alaa da'watik,
wa ta ahadat ala nashrati syari'atik.
Fa watsiqillahumma rabithataha,
Fa watsiqillahumma rabithataha,
Fa watsiqillahumma rabithataha,
wa adim wuddaha,
wahdiha subuulaha,
wamla'ha binuurikal ladzi laa yakhbu,
wasy-syrah shuduroha bi faidil imaanibik,
wa jami' lit-tawakkuli 'alaik,
wa ahyiha bi ma'rifatik,
wa amitha 'alaa syahaadati fii sabiilik...
Innaka ni'mal maula wa ni'man nashiir.
Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati kami ini,
telah berkumpul karena cinta-Mu,
dan berjumpa dalam ketaatan pada-Mu,
dan bersatu dalam dakwah-Mu,
dan berpadu dalam membela syariat-Mu.
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
dan kekalkanlah cintanya,
dan tunjukkanlah jalannya,
dan penuhilah ia dengan cahaya yang tiada redup,
dan lapangkanlah dada-dada dengan iman yang berlimpah kepada-Mu,
dan indahnya takwa kepada-Mu,
dan hidupkan ia dengan ma'rifat-Mu,
dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
Doa ini sebagai penutup salah satu anggota primitif squad, yang ingin melihat hati-hati saudara-saudarinya tak menjauh, apalagi sampai memisahkan diri. Saya mengandalkan do’a, karena setahu saya, bendungan logika dan rasa macet total. Tinggal berserah kepada Allah. Mudah-mudahan Allah mendengar doa ini, doa yang dilantunkan bukan saya saja (harapannya sih anggota squad yang lain), karena semakin banyak yang meminta akan hal yang sama, maka Allah akan semakin memperjelas dan mengabulkan doa doa kita dalam berbagai cara.
Saya mencintai kalian karena Allah.
(Saiful Khair, senja sore)
Inspirasi by 8 Squad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar