Satu kali diri bertanya kepada
Tuhannya “Ya Rabb mengapa diri begitu hampa? Hati begitu hampa? Adakah makna
dari ibadah2 yang terlakukan? Tilawah sekian juz perhari, ibadah sunnah sekuat
tenaga dilaksanakan, berusaha bermuamalah dengan sebaik2nya, berusaha
mentafakuri setiap jalan yang ditelusuri, dzikir disaat teringat? “. Tapi kenapa
ada yang kosong. Ada yang hampa. Ada yang tidak tenang. “Allah benarkah KAU
sayang dengan ku?, pantaskah aku menjadi yang KAU pilih?” dalam sujud tengah
malam menangis tersedu, menguras air mata tak bersisa hingga tubuh melemah lunglai,
seakan melebur menjadi butiran debu. Sangat tak berarti dihapadapanNYa dan
bagiNYA. HINA. “Ya Rabb, ada apa
denganku? Aku adalah yang paling hina dan paling munafik. Mulut mengaku ta’at
tapi hati, fikir dan jasad tak juga benar2 lepas dari maksiat kepada MU. Tak benar2
bisa merasa ihsan dengan MU. Tak benar2
mengingatMu sepanjang waktu. Seakan semuanya penghambaan klimaks. Ya Rabb, Ya
Rabb, Ya Rabb.
Kemudian KAU ‘menampar’ ku. Cukup keras. Yang buat aku langsung sadar. Memang
ada yang salah. hatiku yang salah. ya Hati atau kalbu, atau nafs atau Fu’ad
atau Lubb, semuanya salah dan bermasalah. Ta’at tapi bermaksiat. Omong kosong. Pengakuan
fiktif. Sudah jelas ibadah selalu
menuntut pemurnian hati. Maka ada sudah
pastilah hati yang salah. jika hati benar maka jiwa akan tenang bersamaNYA.
“....menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah” (Azzumar”
23).
Hati itu tertarik kepada Tuhan
dan mencari kenikmatan didalam Tuhan. Jika diri merasa hampa. Benarlah ada yang
salah. yaitu hati yang merupakan *raja yang mengatur akal sebagai
perdana menterinya, anggota tubuh sebagai pekerja ahli, nafs sebagai pemungut
pajak yang senantiasa berupaya menarik segala hal untuk kepentingan sendiri,
sedangkan amarah bersifat keras dan kasar, cenderung menghukum dan
menghancurkan. Raja harus mengendalikan
bukan hanya nafs dan amarah,
melainkan juga akal. Ia harus menjaga keseimbangan diantara semua kekuatan ini
. (* Al Ghazali, Meramu Kebagaian, Jakarta:
Hikmah, 2002, hal 4 to 5).
Sudah taukan apa yang salah?
benar hati yang salah. hingga tak bisa mengendalikan nafsu dari maksiat
sedangkan anggota tubuh melakukan ibadah, tapi tanpa makna dan akal pun tak
berusaha untuk mencari kebenaran. Hati itu
lokus ma’rifat yang menyimpan kecerdasan dan kearifan yang terdalam. Hati itu
titik tengah nafsu dan ruh. Hati itu
penyeimbang. Al Ghazali menyebutnya sebagai Lathifah
Rabbaniyyah ruhaniyyah.
Dan tiba2 diri merasa sangat
asing. Tak mengenal siapa ia. Untuk apa ia ada didunia. Sesaat. Tapi cukup
membuat sesak. Hingga tiba2 bertemu sebait rangkai tulisan:
Manusia yang terasing dari pusatnya sendiri, hati, akan terasing dari
segala sesuatu. Ia taj hanya asing bagi diri sendiri, tapi juga menjadi asing
bagi alam semesta
Istighfar terucap berulang kali
atas diri yang alfa dan lalai. Akankah ada ruang kembali?
Tanggalkan pakaian
keangkuhan dari tubuhmu
Dalam mencari
ilmu gunakan busana kerendahan hati
Jiwa menerima
jiwa pengetahuan
Tentang kerendahan
hati, buka dari buku2 atau ceramah
Meskipun misteri
kemiskinan spiritual ada dalam hati pencari,
Dia tidak
memiliki pengetahun ihwal misteri itu.
Biarlah dia
menanti sampai hatinya lapang dan penuh cahaya
Allah
berfirman, “Bukankah kami telah melapangkan dadamu...? (Q.S 94:1)
Sebab kami
telah pancarkan cahaya di sana, Kami telah melapangkan hati mu”
Ketika engkau
menjadi sumber susu,
Kenapa engkau
memerah susu lain?
Sebuah sumber
susu yang tak habis2nya ada dalam dirimu:
Mengapa engkau
mencari susu dengan ember?
Engkau adalah
danau yang memiliki saluran ke Laut: malulah mencari air dai kolam;
Karena bukankah
telah Kami lapangkan...?
Sekali lagi,
tidakkah engkau memiliki kelapanga?
Mengapa
engkau mondar mandir seperti seorang pengemis?
Renungkan
kelapang hati dalam dirimu
>Rumi,Masnawi,V 1061 71
Renungan Sya'ban 1434
Tidak ada komentar:
Posting Komentar